Pages

Saturday, April 24, 2010

KEJANG DEEMAM (FEBRILE SEIZURES)

1. Konsep Dasar Kejang Demam

a. Pengertian

Kejang Demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh yang disebabkan oleh suatu proses ekstra kranium (Mansjoer, 2000).

Menurut Consensus Statemen of febrile Seizures (1980), kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak yang biasanya terjadi pada umur antara umur 3 bulan dan 5 tahun berhubungan dengan demam, tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu (Mansjoer, 2000).

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh yang disebabkan oleh proses ekstrakranium. Kajang demam merupakan kelainan neurologist yang paling sering dijumpai pada anak terutama pada golongan anak umur 6 bulan samapai 4 tahun ( Ngastiah, 1997).

Kejang merupakan gangguan pada fungsi otak normal sebagai akibat dari aliran elektrik yang abnormal, yang dapat menyebabkan hilang kesadaran, gerak tubuh tidak terkendali, perubahan perilaku dan perubahan system otonom (Mary E. Muscari, 2005).

    1. Patofisiologi

Berbagai faktor dapat menyebabkan terjadinya kejangdemam. Riwayat kejang keluarga dan adanya kelaianan pada masa prenatal maupun perinatal serta kelaian neurologist dapat menjadi pendukung terjadinya kejang demam. Disamping itu faktor lain yang menjadi pencetus terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan suhu tubuh yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf pusat kisalnya tosilitis, otitis media akut, infeksi saluran pernafasan atau bronchitis (Ngastiyah, 2005).

Adanya infeksi diluar susunan saraf pusat menyebabkan terjadinya peningkatan suhu tubuh. Karena adanya peningkatan suhu tubuh akan menimbulkan perubahan metabolisme didalam tubuh, sehingga kebutuhan glukosa dan oksigen akan meningkat yang akhirnya terjadi perbedaan potensial sel neuron (terganggunya keseimbangan membran neuron). Dalam keadaan normal, membrane neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na +) dan elektrolit lainnya kecuali ion klorida (Cl‾ ), akibatnya konsentrasi (K+) dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi (Na +) rendah. Sedangkan di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan diluar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini, diperlukan energi dengan bantuan enzim Na-K ATP- ase yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial membrane ini dapat diubah oleh perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler, adanya rangsangan yang dating mendadak misalnya mekanis, kimiawi, atau aliran listrik dari sekitarnya, perubahan patofisiologis dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1° C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20 %. Pada seorang anak berumur 3 tahun, sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15 %. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium melalui membran tersebut akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini, demikian besarnya sehingga meluas keseluruh sel maupun membrane sekitarnya dengan bantuan bahan yang disebut “ Neurotransmiter ” dan terjadi kejang ( Suraatmaja, 2000).

Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya. Tetapi kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya menjadi hipoksemia, hiperkapnea, asidosis laktat yang akhirnya menjadi hipoksemia. Hiperkapnea, asidosis laktat yang disebabkan oleh metabolisme anaerobic, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkatnya aktivitas otot selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat.

Adapun tanda gejala yang dapat ditemukan yaitu serangan kejang klonik bilateral, mata terbalik ke atas, kekakuan, kelemahan, gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekakuan atau hanya sentakan atau kekakuan fokal. Umumya kejang berlangsung kurang dari 6 menit, kurang dari 8 % berlangsung lebih dari 15 menit, kejang dapat diikuti hemiparesis sementara (hemiparesis todd), bila suhu 38° C atau lebih. Adapun komplikasi yang diakibatkan adalah terjadinya kerusakan sel otak dan kelumpuhan. Serangan kejang berulang dan terus menerus dapat mengakibatkan epilepsi dan terjadi retardasi mental.

    1. Pemeriksaan diagnostik

Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Bayi-bayi yang berumur kurang dari 6 bulan, gejala meningitis tidak jelas sehingga fungsi lumbal harus dilakukan dan juga duanjurkan untuk yang berumur kurang dari 18 bulan. Electroencefalografi (EEG) ternyata kurang mempunyai nilai prognostic. EEG abnormal tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan terjadinya epilepsy atau kejang demam berulang di kemudian hari. Saat ini pemeriksaan EEG tidak dianjurkan untuk pasien kejang demam sederhana, serta pemeriksaan laboratorium rutin tidak dianjurkan dan dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi.

    1. Penatalaksanaan medis

1) Memberantas kejang secepat mungkin dengan obat utama diazepam secara IV atau jika tidak ada diazepam maka digunakan ferobarbital secara IM.

2) Pengobatan penunjang yaitu dengan cara membuka pakaian yang ketat, miringkan posisi kepala untuk mencegah aspirasi lambung, bebaskan jalan nafas untuk menjamin kebutuhan oksigen, penghisap lender, cairan IV terus dimonitoring untuk kelainan metabolisme dan elektrolit, bila terjadi peningkatan TIK jangn diberikan cairan dengan kadar natrium tinggi, berikan kortiosteroid (glukokortikoid) untuk mencegah edema.

3) Pengobatan profilaksis dibagi menjadi dua yaitu : profilaksis intermiten untuk mencegah kejang berulang (contohnya: campuran anti konvulsan dan antipiretika), profilaksis jangka panjang untuk menjamin terdapatnya dosis terpiutik yang stabil dan cukup di dalam darah pasien (contohnya : perobarbital, sodium valproat / asam valproat, Epilin, Depakene ).

4) Mencari dan mengobati penyebab yang umumnya disebabkan oleh infeksi respiratorius bagian atas dan otitis media akut. Obat yang biasa digunakan adalah antibiotik yang adekuat.

2. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Kejang Demam

a. Pengkajian

Pengakjian adalah langkah awal dari tahapan proses keperawatan . Dalam mengkaji, harus memperhatikan data dasar pasien, informasi yang didapat dari klien ( sumber data primer) , data yang didapat dari orang lain (data sekunder) , dan catatan kesehatan klien. Informasi atau laboratorium , tes diagnostik, keluarga dan orang terdekat atau anggota tim kesehatan merupakan pengkajian data dasar ( Aziz, 2004). Data umum yang biasanya dikajipada pasien kejang demam meliputi riwayat penyakit , riwayat kejang . lama serangan , pola serangan (tipe , kharakteristik), frekuensi kejang , keadaan sebelum , selama dan sesudah kejang, adanya penyakit lain misal tosilofaringitis, otitis dan lain-lain, riwayat kehamilan yang meliputi ada tidaknya gangguan selama kehamilan, riwayat persalinan (perdarahan ante atau post partum), serta keadaan neonatal (kejang asfiksia), dan riwayat penyakit keluarga.

Data umum yang dimaksud adalah data yang sering muncul meliputi data subyektif seperti pasien mengatakan badannya panas, pasien mengatakan mual-muntah, pasien mengatakan sulit bernafas , pasien mengatakan tidak nyaman atau gerah. Data obyektif : suhu tubuh meningkat, badan panas , membran mukosa atau kulit kering, perubahan tonus otot, gerakan involunter atau kontraksi sekelompok otot, penurunan kesadaran, pernafasan stridor, gelisah, tampak cemas, agitasi, serta saliva keluar berlebih. Pemeriksaan fisik yang fokus dikaji adalah kepala meliputi ada atau tidaknya tanda-tanda makro atau mikrosefali, dan kenaikan tekanan intrakranial. Pada wajah ada tidaknya fasialis , trismus , epistotonus. Pada telinga ada tidaknya tanda-tanda infeksi seperti nyeri, keluarnya cairan dari telinga, riwayat otitis media akut ( OMA) dan pembengkakan. Pada hidung ada tidaknya nafas cuping hidung , keluarnya sekret yang berlebih. Pada mulut meliputi ada tidaknya tanda-tanda sardonicus dan sianosis sedangkan pada tenggorokan meliputi ada tidaknya tanda-tanda infeksi atau peradangan pada tonsil , dan hiperemis.

b. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan pernyataan yang menjelaskan status atau masalah kesehatan aktual maupun potensial dengan tujuan untuk mengidentifikasi baik berdasarkan respon klien terhadap penyakit , faktor –faktor yang berkontribusi, atau penyebab adanya masalah dan kemampuan klien untuk mencegah dan menghilangkan masalah.( Gaffar, 1999).

Berdasarkan Carpenito (1998) dan Doenges (1999), diagnosa keperawatan yang sering muncul pada pasien kejang demam adalah:

1) Hipertermi berhubungan dengan ketidakefektifan regulasi suhu sekunder terhadap infeksi.

2) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.

3) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan penurunan masukan oral.

4) Risiko terjadinya kejang berulang berhubungan dengan hipertermi.

5) Risiko terhadap cidera berhungan dengan gerakan tonik atau klonik sekunder akibat kejang.

6) Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret.

7) Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan.

c. Perencanaan

Perencanaan adalah bagian fase pengorganisasian dalam proses perawatan yang meliputi tujuan perawatan, penetapan pemecahan masalah dan menentukan tujuan perencanaan untuk mengatasi masalah pasien.

1) Prioritas diagnosa keperawatan berdasarkan masalah yang mengancam kehidupan pasien yaitu :

a) Hipertermi berhubungan dengan ketidakefektifan regulasi suhu sekunder terhadap infeksi.

b) Resiko terjadinya kejang berulang berhubungan dengan hipertermi.

c) Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret.

d) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.

e) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan penurunan masukan oral.

f) Risiko terhadap cidera berhubungan dengan gerakan tonik atau klonik sekunder akibat kejang.

h) Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan.

2) Rencana Perawatan

a) Hipertermi berhubungan dengan ketidakefektifan regulasi suhu sekunder terhadap infeksi.

Tujuan : Suhu tubuh normal : 36 -37°C

Intervensi :

(1) Observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam

Rasional : Vital sign adalah salah satu pengukuran untuk mengetahui status kesehatan salah satu satunya suhu, dalam mengetahui peningkatan suhu tubuh.

(2) Pertahankan suhu tubuh normal

Rasional : Suhu tubuh dapat dipengaruhi oleh tingkat aktivitas , suhu lingkungan , yang akan mempergaruhi panas atau dinginya tubuh.

(3) Berikan kompres air hangat bila panas lebih dari 38ºC

Rasional : kompres air hangat membantu penghilangan panas dengan cara konduksi.

(4) Anjurkan menggunakan pakaian yang tipis dan menyerap keringat.

Rasional : Pakaian yang tipis membantu penguapan suhu lebih lancar

(5) Anjurkan pasien banyak minum ± 1300 cc / hari

Rasional : saat demam , kebutuhan akan cairan meningkat sehingga air sangat berperan untuk meyeimbangkan cairan dan elektrolit.

(6) Kolaborasi dalam pemberian antipiretik dan antibiotik

Rasional : menurunkan panas pada pusat hipotalamus dan sebagai profilaksis.

b) Resiko terjadinya kejang berulang berhubungan dengan hipertermi.

Tujuan : Kejang berulang tidak terjadi

Intervensi :

(1) Observasi faktor pencetus kejang dan dokumentasikan karakteristiknya (awitan, durasi, kejadian prakejang dan pasca kejang).

Rasional : Untuk mengetahui kejang secara dini dan jika ada kelainan akibat kejang.

(2) Anjurkan memakai pakaian yang tipis , longgar dan menyerap keringat.

Rasional : Pakaian tipis dan menyerap keringat akan memperlancar proses konveksi sehingga mempermudah pengeluaran suhu tubuh.

(3) Berikan kompres hangat

Rasional : Dengan kompres hangat dapat merangsang pusat panas pada hipotalamus sehingga meyebabkan vasokontriksi.

(4) Observasi kejang dan tanda-tanda vital terutama suhu setiap 4 jam.

Rasional : Pemantauan yang teratur menentukan tindakan yang akan dilakukan.

(5) Identifikasi tanda awal kejang

Rasional: mengetahui tanda awal kejang akan mempermudah antisipasi dan pencegahan terhadap serangan kejang.

(6) Beri ekstra cairan (air. Susu, seri buah )

Rasional : saat demam, kebutuhan akan cairan meningkat sehingga air sangat berperan dalam meyeimbangankan cairan dan elektrolit.

(7) Kolaborasi dalam pemberian antipiretik dan antibiotik

Rasional : menurunkan panas pada pusat hipotalamus , dan sebagai profilaksis.

c) Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan pengumpulan sekret

Tujuan : Bersihan jalan nafas efektif

Intervensi :

(1) Lakukan suction

Rasional : Untuk mengeluarkan cairan atau sekret yang ada dalam saluran pernafasan.

(2) Setelah kejang berikan posisi miring bila tidak memungkinkan, angkat dagu pasien ke atas dan ke depan dengan kepala mendongak ke belakang.

Rasional: Untuk mencegah bila terjadi aspirasi isi lambung tidak menutupi jalan nafas.

(3) Atur tempat tidur dibagian kepala , ditinggikan ± 45º

Rasional : kepala lebih tinggi akan memudahkan pasien dalam bernafas.

(4) Berikan tongue spatel antara gigi dan lidah.

Rasional : untuk mencegah lidah jatuh kebelakang yang dapat menutupi jalan nafas.

d) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.

Tujuan : Nutrisi pasien terpenuhi

Intervensi :

(1) Pantau masukan dan pengeluaran makanan setiap hari.

Rasional : mengidentifikasi kebutuhan akan defisiensi nutrisi.

(2) Kaji kemampuan pasien untuk mengunyah, menelan, serta faktor-faktor yang menghambat bila makan.

Rasional : memungkinkan pemilihan jenis makanan yang cocok sehingga mudah dicerna.

(3) Timbang berat badan sesuai indikasi

Rasional : Mengevaluasi serta mengidentifikasi malnutrisi khususnya berat badan kurang dari normal.

(4) Anjurkan makan dalam keadaan hangat

Rasional : Makanan yang hangat dapat meningkatkan nafsu makan.

(5) Beri makan dalam porsi kecil tapi sering

Rasional: Porsi kecil diberikan agar lambung tidak terasa penuh dan asupan makanan diharapkan lebih banyak dan mengurangi rasa mual.

(6) Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat kepada keluarga

Rasional : Diharapakan keluarga sadar akan pentingnya kebutuhan pasien.

(7) Tingkatkan kenyamanan lingkungan yang santai termasuk sosialisasi saat makan.

Rasional : Sosialisasi waktu makan dengan orang terdekat dapat meningkatkan pemasukan dan menormalkan fungsi makan.

(8) Libatkan orang terdekat untuk memotivasi dalam hal makan

Rasional : Orang terdekat akan lebih mudah dipercaya.

(9) Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet

Rasional : Merupakan sumber yang efektif untuk mengidentifikasi kebutuhan kalori atau nutrisi tergantung pada usia , berat badan, ukuran tubuh serta keadaan penyakit sekarang.

e) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan penurunan masukan oral.

Tujuan: Cairan pasien adekuat

Intervensi :

(1) Observasi tanda – Tanda vital tiap 4 jam

Rasional : Kekurangan atau perpindahan cairan menurunkan tekanan darah , mengurangi frekuensi denyut nadi.

(2) Catat perkembangan turgor kulit, hidrasi, membran mukosa

Rasional : kekurangan cairan juga dapat diidentifikasi dengan penurunan turgor kulit, membran mukosa kering.

(3) Ukur atau hitung masukan , pengeluaran dan keseimbangan cairan

Rasional: memberikan informasi tentang status cairan umum, kecenderungan keseimbangan cairan dan menunjukkan terjadi defisit.

(4) Kolaborasi dalam pemberian cairan intravena

Rasional: Salah satu cara untuk memenuhi keseimbangan cairan tubuh ialah dengan cara pemberian melalui parenteral.

f) Risiko terhadapa cidera berhubungan dengan gerakan tonik atau klonik sekunder akibat kejang.

Tujuan : Tidak terjadi trauma fisik selama perawatan

Intervensi :

(1) Beri pengaman pada sisi tempat tidur dan penggunaan tempat tidur yang rendah.

Rasional : meminimalkan injuri saat kejang.

(2) Tinggallah bersama klien selam fase kejang

Rasional : Meningkatkan keamanan pasien.

(3) Beri tongue spatel antara gigi dan lidah

Rasional : Menurunkan risiko trauma pada mulut.

(4) Setelah kejang , berikan klien posisi miring , bila tidak memungkinkanangkat dagunya keatas dan kedepan dengan kepala mendongak ke belakang.

Rasional : Mencegah penutupan jalan nafas.

(5) Kendurkan pakaian pasien

Rasional : mengurangi tekanan pada jalan nafas.

(6) Catat tipe dan frekuensi kejang

Rasional : membantu enurunkan lokasi area serebral yang terganggu.

(7) Catat tanda-tanda vital setelah fase kejang

Rasional: mendeteksi secara dini keadaan yang abnormal.

h) Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan

Tujuan : pengetahuan keluarga bertambah tentang penyakit anaknya

Intervensi :

(1) Kaji tingkat pengetahuan keluarga

Rasional : Mengetahui sejauhmana pengetahuan yang dimiliki oleh keluarga dan kebenaran informasi yang didapat.

(2) Beri penjelasan kepada keluarga sebab dan akibat kejang demam

Rasional : Penjelasan tentang kondisi yang dialami dapat membantu menambah wawasan kelaurga.

(3) Jelaskan setiap tindakan keperawatan yang dilakukan

Rasional: Keluarga mengetahui tujuan setiap tindakan keperawatan.

(4) Berikan Health Education (HE) tentang cara menolong anak kejang dan mencegah kejang demam.

Rasional: Keluarga mengetahui cara menolong anak kejang dan mencegah kejang demam.

d. Pelaksanaan

Dokumentasi intervensi merupakan catatan tentang tindakan yang diberikan oleh perawat. Dokumentasi intervensi mencatat pelaksaan rencana perawatan , pemenuhan criteria hasil dari tindakan keperawatan mandiri dan tindakan kolaborasi.

e. Evaluasi

Evaluasi adalah tahap akhir dariproses keperawatan. Evaluasi menyediakan nilai informasi mengenai pengaruh intervensi yang telah direncanakan dan merupakan perbandingan dari hasil yang diamati dengan criteria hasil yang telah dibuat pada tahap perencanaan.

Adapun evaluasi keperawatan yang diharapakan sesuai dengan tujuan adalah sebagai berikut:

1) Suhu tubuh normal : 36 – 37 °C

2) Nutrisi pasien terpenuhi

3) Cairan pasien adekuat

4) Kejang tidak terjadi

5) Cedera tidak terjadi

6) Bersihan jalan nafas efektif

7) Pertumbuhan dan perkembangan tidak mengalami gangguan

8) Pengetahuan keluarga bertambah tentang penyakit anaknya

No comments:

Post a Comment