Pages

Sunday, May 2, 2010

INFARK MIOKARD AKUT (IMA)

A. Tinjauan Teoritis

1. Konsep Dasar Infark Miokard Akut (IMA)

a. Pengertian

Berdasarkan data yang dibaca oleh penulis didapatkan pengertian IMA dari berbagai sumber di antaranya :

Infark Miokard Akut (IMA) adalah nekrosis miokard akibat aliran darah ke otot jantung terganggu (S. Harum, 2003).

Infark Miokard Akut (IMA) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh penurunan aliran darah melalui satu atau lebih arteri koroner, mengakibatkan iskemia miokard dan nekrosis (Doengoes, M.E., 2000).

Infark Miokard Akut (IMA) adalah nekrosis miokard akibat gangguan aliran darah ke otot jantung (Arif Mansjoer, 2001).

b. Patofisiologi

Infark Miokard Akut (IMA) disebabkan oleh banyak faktor di antaranya karena mengkonsumsi rokok berlebihan, mengkonsumsi minum-minuman keras, kurang olah raga, peningkatan konsumsi makanan berlemak dan kolesterol tinggi yang akan menimbulkan arteriosklerosis/ kekakuan pembuluh darah dan trombus atau terjadinya sumbatan pada arteri koronaria dan hipertensi, yang kemudian dapat mengakibatkan terjadianya plaque arteriosklerosis yang tidak stabil, sehingga terjadilah nekrosis miokard akut dan akan mengakibatkan terjadinya komplikasi berupa aritmia gagal jantung. Nekrosis miokard akut juga mengakibatkan berkurangnya kerja / kontraksi otot jantung, sehingga terjadi perubahan frekuensi irama, konduksi elektrikal dan penurunan preload, peningkatan tahanan vaskuler sistemik. Berkurangnya kerja/ kontraksi otot jantung akan mempengaruhi jantung sehingga tidak dapat memompa darah dengan maksimal dan mengakibatkan suplai darah bersih berkurang dan mengakibatkan sesak nafas. Selain itu apabila jantung tidak dapat memompa darah dengan maksimal akan mengakibatkan kelemahan, kelelahan serta mempengaruhi frekuensi jantung dan tekan darah dalam melakukan aktivitas. Plaque arteriosklterosis yang tidak stabil akan mengakibatkan terjadinya penurunan aliran darah, pembentukan tromboemboli, hipovolemia / kebocoran. Plaque arteriosklerosis yang tidak stabil juga menyebabkan terjadinya nyeri dada bagian kiri, seperti ditusuk-tusuk menjalar ke bahu dan menuju lengan, pasien tampak meringis.

c. Pemeriksaan diagnostik

Dalam menegakkan diagnosa Infark Miocard Akut (IMA) biasanya dilakukan pemeriksaan diagnostik antara lain (Doenges, M.E., 2000)

1) EKG : Menunjukan peninggian gelombang S-T, iskemia berartI ; penurunan atau datarnya gelombang T menunjukan cedera dan adanya gelombang Q berarti nekrosis.

2) Foto dada : Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung diduga GJK aneurisma ventrikuter

3) Kolesterol / Trigeliserida serum : Meningkat, menunjukan arteriosklerosis sebagai penyakit Infak Miokrd (IM).

4) Ekokardigram : Mungkin dilakukan untuk menentukan dimensi serambi gerakan katup/ dinding ventricular dan konfigurasi / fungsi katup.

d. Penatalaksaan Medis

Penata laksanaan pasien dengan Infark Miocard Akut (IMA) selama hospitalisasi ditentukan oleh frekuensi dan beratnya manifestasinya antara lain (Ester, M., 2000)

1) Istirahat total

2) Diet makanan lunak/ saring serta garam

3) Pasang infus NaCl 0,9%

4) Atasi nyeri

a) Morfin 2,5-5mg IV atau pendin 25-50mg IM bisa diulang-ulang

b) Lain-lain nitrat, antagonis calcium, beta bloker

5) Oksigen 2-4 liter/menit

6) Sedasit sedang seperti diazepam 3-4x2,5mg per oral pada insomnia dapat ditambah flurozepam 15-30mg

7) Antikoagulan

a) Heparin 20.000-40.000/ 24 jam atau tiap 4-6 jam atau drip IV dilakuakan atas indikasi

b) Diteruskan asetakurmard atau warfarin

8) Streptokinase/Trombolisis

Untuk memperbaiki aliran darah koroner, bila ada tenaga terlatih, dapat diberikan sebelum dibawa kerumah sakit.

2. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pada Pasien IMA

a. Pengkajian

Pengkajian dilakukan dengan tehnik wawancara, observasi pemeriksaan fisik dan cacatan medik pasien

1) Data perawatan yang ditemukan pada pasien Infark Miocard Akut

a) Data Subyektif

Pasien mengeluh lemah, pasien mengeluh nyeri dada, seperti ditusuk-tusuk, berdebar-debar, dan pasien mengatakan berkeringat,pasien mengatakan sulit bernafas.

b) Data Obyektif

Pasien berkeringat dingin, pasien cemas, pasien bertanya-tanya, tekanan darah meningkat/ menurun, denyut nadi meningkat / menurun, respirasi meningkat / menurun , tingkat kesadaran menurun, adanya edema, oliguria, pasien terlihat mual muntah, batuk, nafas pendek.

2) Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah penilaian atau kesimpulan yang diambil dari pengkajian. Diagnosa yang sering muncul pada pasien dengan Infark Miocard Akut (IMA) adalah (Doenges, M. E., 2000; Carpenito, L. J., 2000)

a) Nyeri akut berhubungan dengan refleks spasma otot sekunder terhadap kelainan visceral jantung

b) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan sistem traspor oksigen terhadap infark miocard

c) Ansietas berhubungan denganancaman atau perubahan kesehatan dan status ekonomi

d) Resiko tinggi terhadap curah jantung berhubungan dengan penurunan preload / peningkatan tahan vaskuler sistemik

e) Resiko perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan atau penghentian aliaran darah

f) Resiko tinggi tehadap kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan fungsi organ (ginjal)

g) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang fungsi jantung / implikasi penyakit jantung dan status kesehatan akan datang

h) Pk: Syok kardiogenik

i) Gangguan pola nafas tak efektif berhubungan dengan ketidak seimbangan suplai oksigen akibat disfungsi miokard

b. Perencanaan

Setelah merumuskan diagnosa keperawtan maka perlu dibuat perencanaan intervensi keperawtan dan aktivitas keperawtan. Tujuan perencanaan untuk mengurangi menghilangkan dan mencegah masalah keperawatan klien. Tahapan perencanaan keperawatan adalah penentuan prioritas diagnosa keperawatan, penetapan sasaran (goal) dan tujuan (objective), penetapan kriteria evaluasi dan merumuskan intervensi keperawatan (Gafar, La Ode Jumadi, 1999; 63). Untuk menentukan prioritas perencanaan dapat berdasarkan kebutuhan dasar A. Maslow, sifat masalah, berat ringannya masalah, dan keluhan pasien.

Adapun rencana tindakan yang akan diberikan pada pasien infark miocard akut adalah (Doenges, M.E., 2000 ; Carpenito, L.J., 2000)

1) Nyeri akut berhubungan dengan refleks spasma otot sekunder terhadap kelaianan viseral jantung

Rencana Tujuan : Nyeri hilang / terkontrol

Intervensi :

a) Observasi dan catat lokasi, beratnya(skala 0-10) dan karakter nyeri (menetap, timbul)

Rasional : Membentu membedakan penyebab nyeri dan memberikan informasi tentang kemajuan / perbaikan penyakit, terjadinya koplikasi, dan keefektipan intervensi

b) Berikan pasien melakukan posisi yang nyaman (posisi semi fowler)

Rasional : Tirah bering pada posisi semi fowler menurunkan tekanan intra abdomen, namun pasien akan melakukan posisi yang menghilangkan nyeri secara alamiah

c) Dorong tehnik relaksasi, contoh latihan nafas dalam

Rasional : Meningkatkan istirahat, memusatkan kembali perhatian, dapat meningkatkan koping

d) Kolaborasi dalam pemberian analgetik dan anti angina

Rasional : Nitrat berguna untuk kontrol nyeri dengan efek vasodilatasi koroner, yang meningkatkan aliran darah koroner dan perfusi miokard.

2) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan sistem transpor oksigen terhadap Infark Miocard

Rencana tujuan : terjadinya peningkatan toleransi aktivitas

Intervensi :

a) Kaji kemampuan pasien untuk melakukan aktivitas sehari-hari

Rasional : Mempengaruhi intervensi atau bantuan

b) Berikan lingkungan yang tenang batasi pengunjung

Rasional : Meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhn oksigen tubuh dan menurunka regangan jantung dan paru-paru

c) Berikan bantuan dalam kativitas bila perlu

Rasional : Membantu bila perlu, harga diri ditingkatkan bila pasien melakukan sesuatu sendiri

d) Gunakan tehnik penghematan energi, misalnya: mandi dengan duduk

Rasional : Mendorong pasien melakakan kegiatan dengan membatasi penyimpangan energi dan mencegah kelemahan

3) Ansietas berhubungan dengan ancaman atau perubahan kesehatan dan status ekonomi

Rencana tujuan : ansietas berkurang atau teratasi intervensi

Intervensi :

a) Berikan informasi tentang Infark Miokard Akut (IMA)

Rasional : memberikan dasar pengetahuan sehingga pasien dapat membuat pilihan yang tepat

b) Tinjau tujuan dan persiapan untuk pemeriksaan diagnostik

Rasional : Pengetahuan tentang apa yang diperkirakan dapat menurunkan ansietas


c) Jelaskan tentang pemeriksaan yang dilakukan

Rasioanal : Kekawatiran yang tidak diungkapkan dapt memperkuat ansietasn pasien

4) Resiko tinggi terhadap penuruna curah jantung berhubungan dengan penurunan preload / peningkatan tahanan vaskuler sistemik

Rencana tujuan : Curah jantung dalm rentan normal intervensi

Intervensi :

a) Pantau TD ukur pada kedua lengan, gunakan ukuran menset yang tepat dan tehnik yang akurat

Rasional : Perbandingan dari tekanan memberikan gambaran yang lengkap tentang keterlibatan / bidang masalah vaskuler

b) Catat keberadaan kualitas denyut setral dan perifer

Rasional : Denyut pada tungkai mungkin menurun mencerminkan efek dari vasokontriksi

c) Auskultasi bunyi jantung dan bunyi nafas

Rasional : S4 umum terdengar pada pasien hipertensi berat karena adanya hipertropi atrium

d) Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurangi aktivitas keributan lingkungan

Rasional : membantu untuk menurunkan rangsangan simpatis dan meningkatkan relaksasi


e) Pantau respon terhadap obat untuk mengontrol tekanan darah

Rasional : Dengan adanya reaksi lain dapat mempermudah pemberian terapi

5) Resiko perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan atau penghentian aliran darah

Rencana tujuan : Menunjukkan perfusi adekuat

Intervensi :

a) Awasi tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna kulit atau membran mukosa, dasar kuku

Rasional : Memberikan informasi tentang derajat atau keadekuatan perfusi jaringan dan membantu menentukan kebutuhan intervensi

b) Tinggikan kepala tempat tidur sesuai dengan tempat tidur

Rasional : Meningkatkan ekspansi paru dan maksimalkan oksigenasi untuk kebutuhan sekunder

c) Lihat pucat, sianosis belang, kulit dingin / lembab, catat kekuatan nadi perifer

Rasional : Vasokontriksi sistemik diakibatkan oleh penurunan curah jantung mungkin dibuktikan oleh penurunan perfusi kulit dan penuruna nadi

d) Pantau pernafasan catat kerja pernafasan

Rasional : Pompa jantung gagal dapat mencetuskan distress pernafasan

e) Awasi pemeriksaan laboratorium

Rasional : Mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan pengobatan atau respon terhadap terapi

6) Resiko tinggi terhadap kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan perfusi organ (ginjal)

Rencana tujuan : mempertahankan keseimbangan cairan

Intervensi :

a) Auskultasi bunyi nafas untuk adanya krekels

Rasional : Dapat mengindikasikan edema paru sekunder akibat dekompensasi jantung

b) Catat Dekompensasi Vena Jugularis (DVJ) adanya edeman dependen

Rasional : Dicurigai adanya gagal kongestif

c) Ukur masukan atau haluaran, catat penurunan pengeluaran, sifat konsentrasi, hitung kesimbangan cairan

Rasional : Penurunan curah jantung mengakibatkan gangguan perfusi ginjal

d) Timbang berat badan tiap hari

Rasional : Perubahan tiba-tiba pada berat badan menunjukan gangguan keseimbangan cairan

e) Kolaborasi dalam pemberian diuretik

Rasional : Memperbaiki kelebihan cairan

7) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang fungsi jantung / implikasi penyakit jantung dan status kesehatan akan datang

Rencana tujuan : Menyatakan pemahaman penyakit jantung sendiri, rencana pengobatan, tujuan pengobatan dan efek samping / reaksi merugikan

Intervensi :

a) Kaji tingkat pengetahuan pasien / orang terdekat

Rasional : Mengidentifikasikan secara verbal kesalah pahaman dan memberikan penjelasan

b) Beri penguatan penjelasan faktor resiko, pembatasan diet / aktivitas, obat, dan gejala yang memerlukan perhatian medis cepat

Rasioanal : Memberikan kesempatan pada pasien untuk mencangkup informasi dan mengasumsi kontrol / partisipasi dalam program rehabilitasi

c) Peringatkan untuk menghindari aktivitas isometrik

Rasional : Aktivitas ini sangat meningkatkan kerja jantung / konsumsi oksigen miokardia, dan dapat merugikan kontraktilitas / curah jantung

d) Tekankan pentingnya melaporkan terjadinya demam sehubungan denga nyeri dada menyebar / tidak khas (pleural, pericardial) dan nyeri sendi

Rasional : Memberikan tekanan bahwa ini adalah masalah kesehatan berlanjut dimana dukungan / bantuan diperlukan setelah pulang

8) Pk: Syok Kardiogenik

Rencana tujuan : Syok kardiogenik tidak terjadi

Intervensi :

a) Catat keberadaan denyut sentral dan perifer

Rasional: Denyut pada tungkai mungkin menurun, mencerminkan efek dari vasokonstriksi.

b) Lakukan pengukuran EKG

Rasional : Memberikan informasi sehubungan dengan kemajuan/ perbaikan infark

c) Streptokinase/ trombolisis

Rasional : Untuk memperbaiki aliran darah koroner, bila ada tenaga terlatih, dapat diberikan sebelum dibawa kerumah sakit

d) Kolaboratif dalam pemberian antikoagulan

Rasional : Untuk mencegah terjadinya pembekuan darah yang dapat memperberat kerja jantung

e) Pantau respon terhadap obat untuk mengontrol tekanan darah

Rasional : Untuk mengetahui adanya respon lain

9) Gangguan pola nafas tak efektif berhubungan dengan ketidak seimbangan suplai oksigen akibat disfungsi miokard

Rencana tujuan : Pola nafas pasien efektif

Intervensi :

a) Awasi frekuensi, kedalaman, dan upaya pernafasan

Rasional : Penekanan pernafasan (penurunan kecepatan) dapat terjadi dari penggunaan analgetik berlebihan

b) Auskultasi bunyi nafas

Rasional : Kehilangan bunyi nafas aktif pada area ventilasi sebelum dapat menunjukkan kolaps segmen paru

c) Pertahankan kepala tempat tidur tinggi, atau posisi miring

Rasional : Memudahkan pernafasan dengan menurunkan tekanan pada diafragma dan meminimalkan ukuran aspirasi.

d) Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal atau masker sesuai indikasi

Rasional : Meningkatkan jumlah oksigen yang ada untuk pemakaian miokardia dan juga mengurangi ketidak nyamanan sehubungan dengan iskemia jantung


e) Observasi vital sign, terutana respirasi

Rasional : Peningkatan respirasi merupakan tanda adanya gangguan pola nafas

c. Pelaksanaan

Dokumentasi intervensi merupakan catatan tentang tindakan yang diberikan perawat. Dokumentasi intervensi mencatat pelaksanaan, rencana perawatan, pemenuhan kriteria hasil dan tindakan keperawatan mandiri dan tindakan kolaboratif (Aziz, A.H., 2001)

Pelaksanaan tindakan keperawatan disesuaikan dengan intervensi dari masing-masing diagnosa tersebut diatas

d. Evaluasi

Evaluasi adalah tahap akhir proses keperawatan. Evaluasi menyediakan nilai informasi mengenai pengaruh intervensi yang telah direncanakan dan merupakan perbandingan dari hasil yang diamati dengan kriteria hasil yang telah dibuat pada tahap perencanaan (Aziz, A.H., 2001)

Hasil yang diharapkan dari diagnosa-diagnosa yang muncul pada pasien Infark Miokard Akut (IMA) yaitu:

1) Nyeri hilang / terkontrol

2) Terjadinya peningkatan toleransi aktivitas

3) Ansietas berkurang atua teratasi

4) Curah jantung dalam rentan normal

5) Menunjukkan perfusi adekuat

6) Mempertahankan keseimbangan cairan

7) Menyatakan pemahaman tentang penyakit jantung sendiri rencana pengobatan tujuan pengobatan dan efek samping / reaksi merugikan

8) Pk: Syok Kardiogenik

9) Gangguan pola nafas tak efektif berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen akibat disfungsi miokard.

DENGUE HEMORRAGIC FEVER

1. Konsep Dasar Dengue Hemorrhagic Fever

a. Pengertian

Demam Berdarah Dengue adalah Penyakit demam akut yang disebabkan oleh empat serotype virus dengue dan ditandai dengan empat gejala klinis utama yaitu demam yang tinggi, manifestasi perdarahan, hepatomegali dan tanda - tanda kegagalan sirkulasi sampai timbulnya renjatan (sindrom renjatan dengue) sebagai akibat dari kebocoran plasma yang dapat menyebabkan kematian (Soegijanto Soegeng, 2002).

Demam Berdarah Dengue adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue (arbo virus) yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedaes aeypti. (Suriadi, 2001).

Demam Berdarah Dengue adalah penyakit febris akut, seringkali disertai dengan nyeri kepala, nyeri tulang atau sendi dan otot, ruam dan leucopenia sebagai gejalanya. (WHO, 1999)

Demam Berdarah Dengue adalah Penyakit yang terdapat pada anak dan dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi yang biasanya memburuk setelah dua hari pertama. (Noer Sjaifoellah, 1999)

b. Patofisiologi

Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk Aedes egypty. Pasien akan mengalami keluhan dan gejala karena viremia, seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal seluruh badan, hiperemia di tenggorok, timbulnya ruam dan kelainan yang mungkin terjadi pada sistem retikuloendotelial seperti pembesaran kelenjar-kelenjar getah bening, hati dan limpa. Ruam pada DHF disebabkan oleh kongesti pembuluh darah di bawah kulit. DHF dapat terjadi bila seseorang setelah terinfeksi dengue pertama kali, mendapat infeksi berulang virus dengue lainnya. Re-infeksi ini akan menyebabkan suatu reaksi anamnestik antibodi, sehingga menimbulkan konsentrasi kompleks antigen antibodi (kompleks virus antibodi) yang tinggi. Terdapatnya kompleks virus antibodi dalam sirkulasi darah mengakibatkan pembentukan aktivasi sistem komplemen, agregasi trombosit dan aktivasi koagulasi. Kompleks virus-antibodi akan mengaktivasi sistem komplemen, yang berakibat dilepaskannya anafilatoksin C3a dan Csa, histamin dan serotinin yang menyebabkan meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah dan menghilangnya plasma melalui endotel dinding tersebut, suatu keadaan yang amat berperan dalam teIrjadinya renjatan Timbulnya agregasi trombosit menyebabkan pelepasan trombosit oleh sistem retikuloendotelial dengan akibat trombositopenia hebat sehingga terjadi koagulapati atau gangguan fungsi trombosit yang menimbulkan renjatan/syok. Renjatan yang berkepanjangan dan berat menyebabkan diseminated intravaskuler coagulation (DIC) sehingga perdarahan hebat dengan prognosis buruk dapat terjadi.. Terjadinya aktivasi faktor Hageman (faktor XII) dengan akibat akhir terjadinya pembekuan intravaskular yang meluas. Dalam proses aktivasi ini, plasminogen akan menjadi Plasmin yang berperan dalam pembentukan anafilatoksin dan penghancuran fibrin. Disamping itu akan merangsang sistem kinin yang berperan dalam proses meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah. Hal ini berakibat mengurangnya volume plasma, hipotensi,­ hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi dan renjatan. Plasma merembes selama perjalanan penyakit mulai dari saat permulaan demam dan mencapai puncaknya pada saat renjatan. Renjatan hfpovolemia bila tidak segera diatasi dapat berakibat anoksia jaringan, asidosis metabolik dan kematian. Gambaran klinis sangat bervariasi dari yang sangat ringan hingga yang sedang dengan masa inkubasi antara 3 - 15 hari rata-rata 5 - 8 hari. Manifestasi klinis yang mungkin muncul pada DHF adalah demam atau panas, lemah, sakit kepala, anoreksia (mual, haus, sakit saat menelan), nyeri ulu hati, nyeri otot dan sendi, pegal­pegal pada seluruh tubuh, konstipasi (sembelit), mukosa mulut kering, wajah kemerahan (flushing), perdarahan gusi, lidah kotor (kadang-kadang), petekie (uji turniket (+)), epistaksis, ekimosis, hematoma, hematemesis, melena, hiperemia pada tenggorokan, nyeri tekan pada epigastrik. Pada renjatan (derajat IV) nadi cepat dan lemah, hipotensi, ekstrimitas dingin, gelisah, sianosis perifer, nafas dangkal. Pada DHF sering dijumpai pembesaran hati (hepatomegali), limpa (splenomegali), dan kelenjar getah bening yang akan kembali normal pada masa penyembuhan. Adapun komplikasi dari penyakit DHF adalah Hipotensi, Hemokonsentrasi, Hipoproteinemia, Efusi dan Renjatan / Syok hipovolemia.

c Pemeriksaan Diagnostik

Dilakukan pemeriksaan laboratorium yaitu :

1) Darah

Pada DHF akan dijumpai leukopenia yang akan terlihat pada hari ke-2 atau ke-3 dan titik terendah pada saat peningkatan suhu kedua kalinya. Pada saat suhu meningkat kedua kalinya sel limposit relatif sudah bertambah.sel-sel eusinofil sangat berkurang. Pada DHF umumnya dijumpai trombositopenia (<100.000/mm3) dan haemokonsentrasi (kadar ht 20% dari normal). Uji tourniquet yang positif merupakan pemeriksaan penting pada pemeriksaan kimia darah tampak hipoproteinemia, hiponatremia, serta hipokalemia, SGOT, SGPT, ureum dan PH darah mungkin meningkat, sedangkan reserve merendah

2) Air seni

Mungkin ditemukan albuminuria ringan.

3) Sumsum tulang

Pada awal sakit biasanya hiposelular, kemudian menjadi hiperselular pada hari kelima dengan gangguan maturasi sedangkan pada hari kesepuluh biasanya sudah kembali normal untuk semua data.

4) Serologi

Uji serologi untuk infeksi dengue dapat dikategorikan menjadi:

a) Uji serologi memakai serum ganda, yaitu serum yang diambil pada masa akut dan konvalesen, yaitu pengikatan kompelemen (PK), uji netralissi (NT), dan uji dengue blot. Pada uji ini dicari kenaikan antibodi anti dengue sebanyak minimal 4 kali.

b) Uji serologi memakai serum tunggal, yaitu uji dengue blot yang mengukur antibodi, anti dengue tanpa memandang kelas antibodinya, uji IgM anti dengue yang mengukur hanya anti bodi antidengue dari kelas IgM. Pada uji ini yang dicari adalah ada tidaknya atau titer tertentu antibodi antidengue.


f. Penatalaksanaan Medis

1) Penatalaksanaan penderita DHF adalah :

a) Tirah baring atau istirahat baring

b) Diet makanan lunak

c) Minum banyak 50ml/kg BB dalam 4-6 jam pertama dapat berupa : susu, teh manis, sirup, jus buah, dan oralit, pemberian cairan merupakan hal yang paling penting bagi penderita DHF. Setelah keadaan dehidrasi dapat diatasi, memberikan cairan rumatan 80-100 ml/kg BB dalam 24 jam berikutnya.

d) Pemberian cairan intravena pada pasien DBD tanpa renjatan dilakukan bila pasien terus menerus muntah sehingga tidak mungkin diberikan makanan per oral atau didapatkan nilai hematokrit yang bartendensi terus meningkat (>40 vol %). Jumlah cairan yang diberikan tergantung dari derajat dehidrasi dan kehilangan elektrolit, dianjurkan cairan glukosa 5% dalam 1/3 larutan Nacl 0,9%.

e) Cairan-cairan yang digunakan untuk penggantian volume dengan cepat mencakup berikut ini :

(1) Kristaloid

Larutan ringer laktat (RL) atau dektrose 5% dalam larutan RL (D5/RL), larutan Ringer Asetat (RA) atau dektrose 5% dalam larutan asetat (D5/RA), larutan garam faali (D5/GF)

(2) Koloid

Dekstran 40 dan plasma.

f) Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi, pernapasan) jika kondisi pasien memburuk, observasi ketat tiap jam.

g) Periksa Hb, Ht dan trombosit setiap hari

h) Pemberian obat antipiretik

i) Monitor tanda-tanda dini renjatan meliputi keadaan umum, perubahan tanda-tanda vital, hasil-hasil pemeriksaan laboratoriurn yang memburuk.

j) Monitor tanda-tanda pendarahan lebih lanjut

k) Pemberian antibiotika bila terdapat kekhwatiran infeksi sekunder

l) Bila timbul kejang dapat diberikan diazepam (kolaborasi dengan dokter).

2) Penatalaksanaan Penderita DHF berdasarkan derajat keparahan

a) Penanganan DHF derajat I atau derajat II tanpa peningkatan hematokrit.

Pasien masih dapat minum

(1) Beri minum banyak 1-2 liter/hari atau I sdm tiap 5 menit

(2) Jenis minuman : air putih, teh manis, sirup, jus buah, susu.

(3) Bila suhu > 380C beri parasetamol

(4) Bila kejang beri antikonvulsif

(5) Monitor gejala klinis dan laboratorium

(6) Perhatikan tanda syok

(7) Palpasi hati setiap hari

(8) Ukur diuresis setiap hari

(9) Awasi perdarahan

(10) Periksa Hb, Ht, trombosit tiap 6-12 jam

(11) Jika ada perbaikan klinis dan laboratorium pasien diijinkan untuk pulang

Pasien tidak dapat minum

(1) Jika pasien muntah terus-menerus maka lakukan kolaborasi pemasangan IVFD NaCl 0,9% : Dekstrosa 5% (1:3), tetesan rumatan sesuai berat badan.

(2) Periksa Fib, Ht, trombosit tiap 6-12 jam, jika Ht naik atau trombosit turun maka pemasangan IVFD NaCI, 0,9% berbanding dekstrosa 5% diganti dengan ringer laktat dengan tetesan disesuaikan.

b) Penanganan DHF derajat I dengan peningkatan Ht>20%

(1) Pertama berikan cairan awal yaitu : RL/NaCI 0,9% atau RLDS/NaCl 0,9% + D5, 6-7 ml/kg BB/jam.

(2) Setelah itu monitor tanda vital/nilai Ht dan trombosit tiap 6 jam.

(a) Jika ada perbaikan maka ada menunjukkan tanda-tanda : tidak gelisah, nadi kuat, tekanan darah stabil, diuresis cukup(12m/kg BB/jam), Ht turun (2 kali pemeriksaan).

(3) Jika sudah menunjukkan perbaikan tetesan dikurangi menjadi 5ml/kg BB/jam

(4) Setelah 1 jam berlalu dan kondisi pasien masih menunjukkan perbaikan maka tetesan disesuaikan menjadi 3 ml/kg BB/jam.

(5) Setelah itu IVFD di stop pada 24-48 jam, bila tanda vital/ Ht stabil, diuresis cukup.

(6) Jika pada saat menurunkan tetesan menjadi 5 ml/kg BB/jam kemudian ditemukan tanda vital memburuk dan Ht meningkat maka tetesan dinaikkan 10-15ml/kg BB/jam tetesan dinaikkan secara bertahap. Kemudian lakukan evaluasi 12-­24 jam jika pada saat evaluasi ditemukan tanda vital tidak stabil dengan tanda adanya distres pernapasan dan Ht naik maka segera berikan koloid 20-30m1/kgBB dan jika Ht menurun maka lakukan transfusi darah segera 10ml/kgBB.

(7) Jika sudah ada perbaikan, maka lanjutkan tindakan dari pengurangan tetesan 5ml/kgBB/jam dan seterusnya. Jika tidak ada perbaikan yang ditunjukkan dengan tanda-tanda: gelisah, distres pernapasan, frekwensi nadi meningkat, tekanan nadi < 20 mmHg, diuresis kurang/ tidak ada.

(8) Jika tidak menunjukkan adanya perbaikan maka tetesan akan dinaikkan 10-15ml/kgBB/jam secara bertahap.

(9) Kemudian dilakukan evaluasi 12-24 jam.

(10) Setelah dilakukan evaluasi didapatkan tanda vital tidak stabil yang ditunjukkan dengan adanya distres pernapasan dan peningkatan Ht, maka segera berikan koloid 20-30 ml/kgBB dan jika Ht menurun maka lakukan transfusi darah segera 10ml/kg BB.

(11) Jika sudah ada perbaikan maka lanjutkan tindakan dari pengurangan dari tetesan 5ml/kgBB/jam dan seterusnya

c) Penanganan DHF derajat III & IV

(1) Lakukan oksigenasi

(2) Penggantian volume (cairan kristaloid isotonik) Ringer Laktat/NaCl 0,9 % 20 ml/kgBB secepatnya (bolus dalam 30 menit).

(3) 30 menit kemudian lakukan evaluasi untuk mengetahui apakah syok sudah teratasi.

(4) Kemudian pantau tanda vital setiap 10 menit dan catat balance cairan intravena.

(5) Jika syok teratasi yang dapat ditunjukkan dengan tanda-tanda :

(a) Kesadaran membaik

(b) Nadi teraba kuat

(c) Tekanan nadi>20 mmHg

(d) Tidak sesak napas atau sianosis

(e) Diuresis cukup I ml/kgBB/jam

Kemudian cairan dan tetesan disesuaikan 10ml/kgBB/jam, setelah itu lakukan evaluasi ketat, misalnya ukur tanda vital, tanda perdarahan, diuresis, Hb, Ht, trombosit. Jika dalam 24 jam sudah stabil, maka berikan tetesan 5ml/kgBB/jam kemudian lanjutkan tetesan 3ml/kgBB/jam. Infus disetop tidak melebihi 48 jam setelah syok teratasi. Jika syok tidak teratasi yang ditunjukkan dengan tanda-tanda : kesadaran menurun, nadi lambat/tidak teraba, tekanan nadi<20 mmHg, ditress pernapasan/sianosis, kulit dingin dan lembab, ekstremitas dingin dan periksa kadar gula darah, kemudian lanjutkan pemberian cairan 20mlkg/BB/jam, setelah itu tambahkan koloid/plasma, dekstran 10-20 (maksimal 30) ml/kgBB/jam. Kemudian lakukan koreksi asidosis, setelah 1 jam lakukan evaluasi untuk mengetahui apakah syok sudah teratasi atau belum. Jika syok belum teratasi yang ditunjukkan dengan penurunan Ht atau Ht tetap tinggi/naik, maka berikan koloid 20ml/kgBB, kemudian dilanjutkan dengan pemberian transfusi darah segar 10ml/kgBB diulang sesuai kebutuhan. Jika syok sudah teratasi maka lanjutkan tindakan dari mengevaluasi ketat tanda vital, tanda perdarahan, diuresis, Hb, Ht, trombosit dan tindakan seterusnya.

e. Kriteria untuk pemulangan pasien

Kriteria berikut harus dipenuhi sebelum pasien yang pulih dari DHF/DSS dipulangkan.

1) Tidak ada demam selama sedikitnya 24 jam tanpa penggunaan terapi anti dernam (krioterapi atau antipiretik).

2) Kembalinya nafsu makan

3) Perbaikan klinis yang dapat terlihat

4) Haluaran urine baik

5) Hematokrit stabil

6) Melewati sedikitnya 2 hari setelah pemulihan dari syok

7) Tidak ada distres pernapasan dari efusi pleural atau asites

8) Jumlah trombosit lebih dari 50.000 per mm3