Pages

Tuesday, June 15, 2010

UROLITIASIS

    1. Konsep Dasar Batu Saluran Kemih.

a. Pengertian

Batu saluran kemih adalah keadaan tidak normal di dalam ginjal, mengandung komponen kristal dan matriks organik yang secara khas dijumpai di kaliks atau pelvis dan bila akan keluar dapat berhenti di ureter / kandung kemih (Slamet Suyono, 2003, hal 377).

Batu saluran kemih adalah adanya batu / kalkuli di traktus urinarius yang terbentuk ketika konsentrasi substansi tertentu seperti kalsium oksalat, kalsium fosfat dan asam urat mengalami peningkatan (Brunner & Suddarth, 2001, hal 1460)

Batu saluran kemih merupakan penyakit yang salah satu gejalanya adalah pembentukan batu didalam saluran kemih (R.Sjamsuhidajat, 2004, hal 756)

b. Patofisiologi

Terdapat tiga teori yang menyatakan tentang terbentuknya batu pada saluran kemih, diantaranya yaitu :

1) Teori inti (nukleus) : kristal dan benda asing merupakan tempat pengendapan kristal pada urin yang sudah mengalami supersaturasi.

2) Teori matrix : matrix organik yang berasal dari serum atau protein-protein urin yang merupakan kemungkinan pengendapan kristal.

3) Teori inhibitor kristalisasi : beberapa substansi dalam urin menghambat terjadi kristalisasi, konsentrasi yang rendah atau absennya substansi ini memungkinkan terjadinya kristalisasi.

Adapun faktor-faktor resiko yang mempengaruhi pembentukan batu pada saluran kemih, diantaranya yaitu :

1. Hiperkalsiuria

Hiperkalsiuria idiopatik meliputi hiperkalsiuria yang terdiri dari 3 bentuk yaitu :

a. Hiperkalsiuria absorptif ; ditandai oleh adanya kenaikan absorpsi kalsium dari lumen usus, kejadian ini paling banyak dijumpai.

b. Hiperkalsiuria puasa ; ditandai dengan adanya kelebihan kalsium, diduga berasal dari tulang.

c. Hiperkalsiuria ginjal ; yang diakibatkan kelainan reabsorpsi kalsium di tubulus ginjal.

2. Hiperoksaluria

Merupakan kenaikan ekstensi oksalat diatas normal (< 45 mg/hari).

3. Hiperurikosuria

Merupakan suatu peningkatan asam urat air kemih yang dapat memacu pembentukan batu kalsium.

4. Hipositraturia

Merupakan penurunan ekskresi inhibitor pembentukan kristal dalam air kemih, khususnya sitrat merupakan mekanisme lain timbulnya batu ginjal.

5. Penurunan jumlah air kemih

Keadaan ini biasanya disebabkan oleh masukan cairan sedikit yang selanjutnya dapat menimbulkan batu dengan peningkatan reaktan dan pengurangan aliran air kemih.

6. Faktor diet

Faktor diet dapat berperan penting dalam mengawali pembentukan batu, misalnya diet tinggi kalsium, diet tinggi purin, tinggi oksalat dapat mempermudah pembentukan batu saluran kemih.

Adanya berbagai faktor tersebut diatas akan menyebabkan pengendapan partikel-partikel jenuh (kristal dan matriks) dalam nukleus (inti batu) yang selanjutkan akan mengakibatkan kelainan kristaluria dan pertumbuhan kristal dan dapat mengakibatkan terbentuknya batu pada saluran kemih. Batu saluran kemih dapat menimbulkan penyulit berupa obstruksi dan infeksi saluran kemih. Manifestasi obstruksi pada saluran kemih adalah retensi urine, nyeri saat kencing, perasaan tidak enak saat kencing, kencing tiba-tiba berhenti dan nyeri pinggang. Manifestasi infeksi berupa panas saat kencing, kencing bercampur darah. Obstruksi saluran kemih yang tidak mendapatkan penanganan dapat menyebabkan terjadinya komplikasi yaitu hidronefrosis, sedangkan infeksi akan menyebabkan terjadinya komplikasi yaitu pielonefrosis, urosepsis, dan pada akhirnya menyebabkan terjadinya kerusakan fungsi ginjal yang permanen (gagal ginjal). Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada pasien dengan batu saluran kemihyaitu salah satunya dengan pembedahan (sectio alta), dimana pasien yang telah menjalani pembedahan akan mengeluh nyeri pada luka operasi, terjadi hipertermi, hematoria, kelemahan. Dari semua manifestasi klinis yang muncul di atas didapatkan masalah keperawatan yaitu nyeri (akut), intoleransi aktivitas, resiko terhadap infeksi, serta kurang pengetahuan. Dimana masalah keperawatan yang muncul harus segera mendapatkan penanganan.

c. Pemeriksaan Diagnostik

1. Urinalisa

Menunjukkan warna mungkin kuning, coklat gelap, berdarah; secara umum menunjukkan SDM, SDP, kristal (sistin, asam urat, kalsium oksalat), serpihan, mineral, bakteri, pus; pH mungkin asam (meningkatkan sistin dan batu asam urat) atau alkalin (meningkatkan magnesium, fosfat amonium, atau batu kalsium fosfat).

2. Urine (24 jam)

Menunjukkan kreatinin, asam urat, kalsium, fosfat, oksalat, atau sistin mungkin meningkat.

3. Kultur urine

Mungkin menunjukkan ISK (Stapilococus aureus, Proteus, Klebsiela, Pseudomonas).

4. Survei biokimia

Menunjukkan peningkatan kadar magnesium, kalsium, asam urat, fosfat, protein, elektrolit.

5. BUN/ Kreatinin serum dan urine

Abnormal (tinggi pada serum / rendah pada urine) sekunder terhadap tingginya batu obstruktif pada ginjal menyebabkan iskemia/ nefrosis

6. Kadar klorida dan bikarbonat serum

Peningkatan kadar klorida dan penurunan kadar bikarbonat menunjukkan terjadinya asidosis tubulus ginjal.

7. Hitung darah lengkap

SDP mungkin meningkat menunjukkan infeksi/ septikemia.

8. SDM

Biasanya normal.

9. Hb/ Ht

Abnormal bila pasien dehidrasi berat atau polisitemia terjadi (mendorong presipitasi pemadatan) atau anemia (pendarahan, disfungsi/ gagal ginjal).

10. Hormon paratiroid

Mungkin meningkat bila ada gagal ginjal. (PTH merangsang reabsorpsi kalsium dari tulang meningkatkan sirkulasi serum dan kalsium urine.

11. Foto serum KUB

Menunjukkan adanya kalkuli dan / atau perubahan anatomik pada area ginjal dan sepanjang ureter.

12. IVP

Memberikan konfirmasi cepat urolitiasis seperti penyebab nyeri abdomen atau panggul. Menunjukkan abnormalitas apda struktur anatomik (distensi ureter) dan garis bentuk kalkuli.

13. Sistoureterokopi

Visualisasi langsung kandung kemih dan ureter dapat menunjukkan batu dan / atau efek obstruksi.

14. Skan CT

Mengidentifikasi / meggambarkan kalkuli dan masa lain ; ginjal, ureter, dan distensi kandung kemih.

15. Ultrasound ginjal

Untuk menunjukkan perubahan obstruksi, lokasi batu.

d. Penatalaksanaan Medis

1) Pengangkatan Batu

Pemeriksaan sistokopik dan pasase kateter ureteral kecil untuk menghilangkan batu yang menyebabkan obstruksi, akan segera mengurangi tekanan belakang pada ginjal dan mengurangi nyeri.

2) Terapi Nutrisi dan Medikasi

Terapi nutrisi berperan penting dalam mencegah batu renal. Masukan cairan yang adekuat dan menghindari makanan tertentu dalam diet yang merupakan bahan utama pembentuk batu. Setiap pasien batu renal harus minum paling sedikit 8 gelas air sehari untuk mempertahankan urin encer, kecuali dikontraindikasikan

Natrium selulosa fosfat telah dilaporkan efektif dalam mencegah batu kalsium. Terapi diuretik menggunakan thiazide mungkin efektif dalam mengurangi kalsium ke dalam urin dan menurunkan kadar parathormon. Allopurinol (zyloprim) dapat diresepkan untuk mengurangi kadar asam urat serum dan ekskresi asam urat ke dalam urin.

3) Lithotripsi Gelombang Kejut Ekstrakorporeal. (ESWL)

ESWL adalah prosedur noninvasif yang digunakan untuk menghancurkan batu di kaliks ginjal. Setelah batu tersebut pecah menjadi bagian yang kecil seperti pasir, sisa batu-batu tersebut dikeluarkan secara spontan.

4) Metode Endourologi Pengangkatan Batu

Bidang endourologi menggabungkan keterampilan ahli radiologi dan urologi untuk mengangkat batu renal tanpa pembedahan mayor. Nefrostomi perkutan dilakukan dan nefroskop dimasukkan ke traktus perkutan yang sudah dilebarkan ke dalam parenkim renal. Batu dapat diangkat dengan forceps atau jaring, tergantung dari ukurannya.

5) Ureteroskopi

Ureteroskopi mencakup visualisasi dan akses ureter dengan memasukkan suatu alat ureteroskop melalui sistoskop.

6) Pelarutan Batu

Infus cairan kemolitik mis, agens pembuat basa (alkylating) dan pembuat asam (acidifying) untuk melarutkan batu dapat dilakukan sebagai alternatif penanganan untuk pasien kurang beresiko terhadap terepi lain dan menolak metode lain, atau mereka yang memiliki batu yang mudah larut (struvit)

7) Pengangkatan Bedah

Jika batu terletak di dalam ginjal, pembedahan dilakukan dengan nefrolitotomi, atau nefrektomi jika ginjal tidak berfungsi akibat infeksi atau hidronefrosis. Batu dalam piala ginjal diangkat dengan pieloktomi. Batu pada ureter diangkat dengan ureterolitotomi, dan sistotomi jika batu berada di kandung kemih.

e. Penatalaksanaan Keperawatan

1) Pengurangan Nyeri

Kolaborasi dalam pemberian morfin atau meperiden, untuk mencegah syok dan sinkop akibat nyeri yang luar biasa. Tindakan mandiri perawat yang bisa mengurangi nyeri yaitu mandi air panas atau air hangat dan teknik distraksi, relaksasi.

2) Penyuluhan Pasien tentang ESWL

ESWL terbukti efektif pada pasien rawat jalan ; oleh karena itu perawat harus menyediakan instruksi perawatan di rumah dan pentingnya tindak lanjut.

2. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Batu Saluran Kemih (Pre operasi )

a . Pengkajian

Pada pengkajian pre operasi pasien dengan batu saluran kemih biasanya didapatkan data subjektif : pasien mengatakan nyeri pada suprasimpisis, kencing tiba-tiba terhenti, nyeri saat kencing, nyeri pinggang dan perasan tidak enak sewaku kencing, pasien mengatakan cemas dengan operasi yang akan dijalaninya. Selain itu akan ditemukan data objektif yaitu: adanya nyeri tekan pada area suprasimpisis, pasien tampak meringis saat diraba pada area suprasimpisi, pasien bertanya-tanya tentang operasi yang akan dijalaninya.

Menurut Carpenito, L.J (2000), diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan batu saluran kemih (pre operasi) yaitu :

1. Nyeri (akut) berhubungan dengan inflamasi dan spasme otot polos sekunder terhadap batu ginjal

2. Perubahan pola eleminasi urinarius berhubungan dengan obstruksi saluran keluar kandung kemih sekunder terhadap batu ginjal.

3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit dan prosedur pembedahan.

4. Resiko terhadap infeksi berhubungan retensi urin di kandung kemih sekunder terhadap batu ginjal.

b. Perencanaan

Perencanaan merupakan tahap kedua dalam proses keperawatan yang terdiri dari prioritas diagnosa keperawatan dan rencana keperawatan. Tahap awal dimulai dengan memprioritaskan diagnosa keperawatan. Prioritas diagnosa keperawatan berdasarakan masalah yang paling dikeluhkan pasien:

1. Nyeri (akut) berhubungan dengan inflamasi dan spasme otot polos sekunder terhadap batu ginjal.

2. Perubahan pola eleminasi urinarius berhubungan dengan obstruksi saluran keluar kandung kemih sekunder terhadap batu ginjal.

3. Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan retensi urine di kandung kemih sekunder terhadap batu ginjal

4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit dan prosedur pembedahan

Tahap selanjutnya yaitu menyusun rencana keperawatan sesuai dengan diagnosa keperawatan yang muncul. Rencana perawatan berdasarkan prioritas diagnosa keperawatan :

1. Nyeri (akut) berhubungan dengan inflamasi dan spasme otot polos sekunder terhadap batu ginjal.

Tujuan : Rasa nyeri pasien berkurang

Kriteria evaluasi : Melaporakan nyeri hilang dengan spasme terkontrol

Intervensi : Observasi skala nyeri ( 0-10 ) dengan menggunakan teknik P Q R S T, observasi vital sign setiap 6 jam, ajarkan tehnik distraksi dan relaksasi, beri posisi yang nyaman dan aman bagi pasien, kolaborasi dalam pemberian analgetik

2. Perubahan pola eleminasi urinarius berhubungan dengan obstruksi saluran keluar kandung kemih sekunder terhadap batu ginjal.

Tujuan : Pasien dapat berkemih dalam jumlah normal dan pola biasanya.

Kriteria evaluasi : Berkemih dalam jumlah normal dan pola biasanya.

Intervensi : Awasi pemasukan dan pengeluaran serta karakteristik urine, tentukan pola berkemih normal pasien, dorong pasien meningkatkan pemasukan cairan, pantau hasil pemerikasaan laboratorium (elektrolit, BUN, creatinin)

3. Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan retensi urine di kandung kemih sekunder terhadap batu ginjal

Tujuan : Infeksi tidak terjadi

Kriteria evaluasi : Tidak terjadi tanda-tanda infeksi

Intervensi :Observasi adanya tanda-tanda inveksi, observasi vital sign setiap 6 jam, kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium ( WBC ), kolaborasi dalam pemberian antibiotik.

4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit dan prosedur pembedahan.

Tujuan : Pengetahuan pasien bertambah mengenai penyakit dan prosedur pembedahan

Kriteria evaluasi : Menyatakan pemahaman mengenai penyakit, prognosis dan pengobatan.

Intervensi : Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang penyakitnya, beri penjelasan tentang penyakit dan prosedur pembedahan, beri kesempatan pasien untuk bertanya, libatkan keluarga dalam pelaksanaan perawatan pasien, evaluasi penjelasan yang telah diberikan.

c. Implementasi keperawatan

Pelaksanaan atau implementasi merupakan palaksanaan perencanaan keperawatan oleh perawat dan klien, hal-hal yang harus diperhatikan ketika melakukan pelaksaan validasi, penguasaan ketrampilan interpersonal, intelektual dan teknikal, intervensi harus dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat, keamana fisik dan psikologis dilindungi oleh dokumentasi keperawatan berupa pencatatan dan pelaporan (Gaffar, La Ode Jumaidi, 1999).

d. Evaluasi

Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yang bertujuan untuk menilai keberhasilan tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Setelah melaksanakan tindakan keperawatan maka hasil yang diharapkan adalah sesuai dengan rencana tujuna yaitu :

1. Rasa nyeri pasien berkurang

2. Pasien berkemih dalam jumlah normal dan pola biasanya

3. Infeksi tidak terjadi

Pengetahuan pasien bertambah tentang penyakit dan prosedur pembedahan

TUR-P ec BPH

  1. Konsep Dasar Benigna Prostat Hipertropi (BPH)

a. Pengertian

BPH (Benigna Prostat Hipertropi) adalah kondisi patologis yang yang paling umum pada pria lansia dan penyebab kedua yang paling sering untuk intervensi medis pada pria diatas usia 60 tahun ke atas.

(Brunner and Suddarth, 2.001)

BPH (Benigna Prostat Hipertropi) adalah pertumbuhan dari nodula-nodula fibrioadenomatosa majemuk dalam prostat.

(Sylvia A. Price, 1995)

BPH (Benigna Prostat Hipertropi) adalah hiperplasia kelenjar peri uretra yang mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah.

(Arif Mansjoer, 2000)

Klasifikasi Prostat

Terdapat beberapa jenis klasifikasi yang dapat digunakan untuk membantu diagnosis dan menentukan tingkat beratnya penyakit, diaraaranya skor international gejala-gejala pr0stat WHO dan skor madsen Iversen.

· Skor Madsen-Iversen

Pertanyaan

1

2

3

4

5

-

Pancaran

Normal

Berubah-

Lemah

Menetes

-

Mengedan pada saat

Tidak

ubah

Ya

berkemih

-

Harus menunggu

Tidak

Ya

saat akan kencing

-

Buang air kencing

Tidak

Ya

terputus-putus

-

Kencing tidak

Tidak

Tidak

1 kali

>1 kali

lampias

tahu

Berubah-

lampias

retensi

retensi

-

lnkontenensia

ubah

Ya

-

Kencing sulit

Sedang

berat

ditunda

Tidak ada

3 - 4

> 4

-

Kencing malam hari

0 - 1

Ringan

Setiap 1- 2

< 1 jam

-

Kencing siang hari

>3 jam

2

jam sekali

sekali

sekali

Setiap 2-3

jam sekali

· Skor International Gejala-Gejala- Prostat WHO

Pertanyaan

Jawaban dan Skor

Keluhan pada bulan terakhir

Tidak sama

sekali

< 1 sampai

5x

>5 sampai

< 15x

15

kali

Lebih

dari 15x

Hampir

selalu

- Apakah anda merasa buli-buli tidak kosong setelah buang air kecil?

0

- Berapa kali anda hendak buang air kecil lagi dalam waktu 2 jam setelah buang air kencing?

0

1

2

3

4

5

- Berapa kali terjadi air kencing berhenti sewaktu buang air kencing?

0

1

2

3

4

5

- Berapa kali anda tidak dapat menahan keinginan buang air kecil?

0

1

2

3

4

5

- Berapa kali arus air seni lemah sekali sewaktu buang air kecil?

0

1

2

3

4

5

- Berapa kali terjadi anda rnengalami kesulitan memulai buang air kecil (harus mengejan)?

0

1

2

3

4

5

- Berapa kali anda bangun untuk buang air kecil di waktu malam?

0

1

2

3

4

5

b. Patofisiologi

Penyebab terjadinya BPH (Benigna Prostat Hipertropi) didasarkan pada teori dehidrotestosteron (DHT), teori hormon, serta kebangkitan kembali (reawakening). Pada teori dehidrotestosteron disebabkan oleh aksis hipotesis testis dan reduksi testosteron menjadi dehidrostesteron dalam sel prostat menjadi faktor terjadinya penetrasi dehidrotestosteron ke dalam inti sel yang. menyebabkan inskripsi pada RNA sehingga terjadi sintesis protein. Proses ini difasilitasi oleh enzim 5a reduktase, enzim 5a reduktase dihasilkan oleh ydig testis 98% akan menjadi sekes hormon dan testosteron bebas 2%. Testosteron bebas sel target akan melewati membran prostat sehingga akan dapat merusak struktur sel RNA sehingga RNA akan mensintesa protein akan menimbulkan nodul/stroma. Peningkatan hormon androgen menyebabkan pembebasan prostat sedangkan kebangkitan kembali (rea wakening)/reduksi sinus urogenital berproliferasi dan membentuk jaringan prostat sehingga menimbulkan hiperplasia. Ketiga penyebab tersebut dapat menyebabkan manifestasi klinis berupa inkontinensia urine, kebocoran urine, disuria, hesistency, nocturia, intermittency, terminal drebling, urgency, polikisuria, kencing terputus- putus, hematuria, sulit memulai kencing, pembesaran lobus prostat, residu urine, gelisah, keletihan, anoreksia, mual-muntah, dan sering bertanya-tanya tentang penyakit. Sehingga dapat memunculkan komplikasi seperti retensi urine, hidroureter, hidronefrosis, gagal ginjal, sistitis, pielonefritis, batu kandung kemih, azotemia, hernia/haemoroid, parolitik ileus, hematuria, hidrocele, infeksi, ataupun gejala generalisata lainnya.

c. Pemeriksaan Penunjang

1) Pemeriksaan Laboratorium / Diagnostik

· Analisis urin dan pemeriksaan mikroskopik urin penting untuk melihat adanya sel leukosit, bakteri dan infeksi. Bila terdapat hematuria, harus diperhitungkan etiologi lain seperti keganasan pada saluran kemih, batu, infeksi saluran kemih, walaupun BPH sendiri dapat menyebabkan hematuria. Elektrolit, kadar ureum dan kreatinin darah merupakan informasi dasar dari fungsi ginjal dan status metabolik.

· Pemeriksaan Prostate Spesific Antigen (PSA) diiakukan sebagai dasar penentuan perlunya biopsi atau sebagai deteksi dini keganasan. Bila nilai PSA <4 ng/ml tidak perlu biopsi. Sedangkan bila nilai PSA 4-10 ng/ml hitunglah Prostate Spesific Antigen (PSAD) yaitu PSA serum dibagi dengan volume prostat. Bila PSAD > 0,15 maka sebaiknya dilakukan biopsi prostat, demikian pula nilai PSA > 10 ng/ml.

· Pemeriksaan residu urine dimana dilakukan untuk mengetahui berat obstruksi jumlah sisa urine miksi spontan dengan cara mengukur urine yang dapat spontan dengan kateter, sisa dengan USG buli-buli setelah miksi sisa > 100 cc indikasi sebagai hipertropi prostat.

· USG (Ultra Sonografi) / foto abdomen. Tujuan pemeriksaan pencitraan ini adalah untuk memperkirakan volume BPH, menentukan derajat disfungsi buli-buli dan volume residu urine, divertikulum/tumor buli-buli, batu ginjal, memeriksa massa ginjal, baik yang berhubungan maupun tidak dengan BPH. Selain. itu dapat dilihat adanya batu pada traktus urinarius. Pembesaran ginjal atau buli-buli lesi ostcoblastik sebagai tanda metastasis dari kegunaan prostat serta osteoporosis akibat kegagalan ginjal.

· Pemeriksaan pielografi intravena dapat dilihat suprsi komplit dari fungsi renal, hidronefrosis dan hidroureter, fish hook appearance (gambaran ureter berbelok-belok di vesika), indentasi pada dasar buli-buli, divertikel, residu urine, atau filling defect divesika.

2) Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan rectal toucher (colok dubur) untuk mengetahui konsistensi prostat. Biasanya pada BPH konsistensinya kenyal.

d. Penatalaksanaan Medis dan Pembedahan

1) Penatalaksanaan Medis

a) Konservatif

- Mengurangi nyeri

- Mengurangi minum setelah makan malam

- Mengurangi minum kopi

- Tidak diperbolehkan minum alkohol

- Mengurangi intake protein

- Waterisasi

b) Terapi Medikamentosa

(1) Menghambat Adrenegik a

Obat – obat yang sering dipakai adalah prozosin, dexasosin, terazozin, afluzosin atau yang lebih selektif a 1a (tamsulosin). Dosis dimulai 1 mg/hari sedangkan dosis tamsulosin adalah 0,2-0,4 mg/hari, penggunaan antagonis a-l adrenergik karena secara selektif mengurangi obstruksi pada buli-buli tanpa merusak kontraktilitas detrusor. Obat ini menghambat reseptor­-reseptor yang banyak ditemukan pada otot polis ditrigonum, leher vesika, pro stat dan kapsul prostat sehingga terjadi relaksasi di daerah prostat, Hal ini akan menurunkan tekanan pada urethra pars prostatika sehingga gangguan aliran air seni dan gejala-gejala berkurang. Biasanya pasien mulai merasakan berkurangnya keluhan dalam wkatu 1-2 minggu setelah ia mulai memakai obat, efek samping yang mungkin timbul adalah pusing-pusing (dizziness), capek, sumbatan hidung, dan rasa lemah.

(2) Penghambat enzim 5-a-reduktase

Obat yang dipakai adalah fimisteride (proscar) dengan dosis 1 x 5mg/hari. Obat golongan ini dapat menghambat pembentukan DHT sehingga prostat yang membesar akan mengecil. Namun obat ini bekerja lebih lambat daripada golongan a dan bloker dan manfaatnya hanya jelas pada prostat yang sangat besar. Efektivitasnya masih diperdebatkan karena baru menunjukkan perbaikan sedikit dari keluhan pasien setelah 6-12 bulan pengobatan bila dimakan terus menerus. Salah satu efek samping obat ini adalah melemahkan libido, ginekomastria, dan dapat menurunkan nilai PSA (masking effect).

(3) Fitoterapi

Pengobatan fitoterapi yang ada di Indonesia antara lain exiprostat, substansinya misalnya pxgeum afficanum, saw pal metto, serenoa repeus, dan lain-lain, efeknya diharapkan terjadi setelah pemberian selama 1-2 bulan.

2) Pembedahan

a) TURP (Transurethral Incision of The Prostate) adalah prosedur yang paling umum dan dapat dilakukan melalui endoskopi. Instrumen bedah dan optikal dimasukkan langsung melalui uretra ke dalam prostat yang kemudian dapat dilihat secara langsung. Kelenjar diangkat dalam irisan kecil dengan loop pemotong listrik. Prosedur ini tidak memerlukan insisi, dan digunakan untuk kelenjar dalam ukuran yang beragam dan ideal. Bagi pasien yang mempunyai kelenjar kecil dan yang dipertimbangkan mempunyai risiko bedah yang buruk. TURP masih merupakan standar emas, indikasi TURP ialah gejala-gejala sedang sampai berat, volume prostat kurang dari 90 gram dan pasien cukup sehat untuk menjalani operasi. Sedangkan apabila keluhan sedang atau berat dengan volume prostat normal atau kecil, atau ditemukan kontraktur leher vesika atau prostat fibrotik dapat dilakukan TUIP (Transurethral Incision of The Prostate). Adapun keuntungan dalam melakukan tindakan ini adalah menghindari insisi abdomen, lebih aman bagi pasien berisiko bedah, hospitalisasi dan periode pemulihan lebih singkat, angka morbiditas lebih rendah, menimbulkan sedikit nyeri. Kerugian melakukan tindakan adalah membutuhkan dokter bedah yang ahli, obstruksi kambuhan, trauma urethral, dan dapat terjadi struktur, perdarahan lama dapat terjadi, hiponatremia, ataupun retensio urine, striktur uretra, ejakulasi retrograde dan impotensi.

b) TUIP (Transurethral Incision of The Prostate) adalah prosedur lain untuk menangani BPH (Benigna Prostat Hipertropi) dengan cara memasukkan instrumen melalui uretra. Satu atau dua buah insisi dibuat pada prostat dan kapsul prostat untuk mengurangi tekanan prostat pada uretra dan mengurangi konstriksi uretral. TUIP diindikasikan ketika kelenjar prostat berukuran kecil (30 gram atau kurang) dan akan efektif dalam mengobati banyak kasus BPH. Prosedur ini dapat dilakukan di klinik rawat jaian dan mempunyai angka komplikasi yang lebih rendah dibanding prosedur bedah prostat lainnya. Komplikasi yang menyertai biasanya ejakulasi retrograde.

c) Prostatektomi suprapubik adalah salah satu metode pengangkatan kelenjar melalui insisi abdomen. Suatu insisi abdomen dibuat ke dalam kandung kemih, dan kelenjar prostat diangkat dari atas. Pendekatan demikian dapat dilakukan/ digunakan untuk kelenjar dengan segala ukuran, dan beberapa komplikasi terjadi, meskipun kehilangan darah mungkin lebih banyak dibanding dengan metode lainnya. Kerugian lainnya adalah insisi abdomen akan disertai bahaya dari semua prosedur bedah abdomen mayor, urin dapat bocor di sekitar tuba suprapubis, pembedahan dilakukan melalui kandung kemih, dan pemulihan mungkin lama dan tidak nyaman.

d) Prostatektomi perineal adalah mengangkat kelenjar melalui suatu insisi dalam perineum. Pendekatan ini lebih praktis ketika pendekatan lainnya tidak memungkinkan, dan sangat berguna untuk biopsi terbuka. Memungkinkan drainase oleh bantuan gravitasi terutama efektif untuk terapi kanker radikal. Angka mortalitas rendah, insiden syock lebih rendah, ideal bagi pasien dengan prostat yang besar, risiko bedah buruk, pasien sangat tua dan ringkih. Dari sekian keuntungan seperti di atas dapat pula timbul kerugian seperti, insiden impotensi dan inkontinensia urin pasca operatif tinggi, kemungkinan kerusakan pada rektum dan spinkter eksternal, bidang operatif terbatas, dan potensial terhadap infeksi lebih besar.

e) Prostatektomi retropubik adalah teknik lain dan lebih umum dibanding pendekatan suprapubik. Dimana dilakukan insisi abdomen rendah mendekati kelenjar prostat, yaitu antara arkus pubis dan kandung kembih tanpa memasuki kandung kemih. Prosedur ini cocok untuk kelenjar besar yang terletak tinggi dalam pubis. Meskipun darah yang hilang lebih dapat dikontrol baik dan letak bedah lebih mudah untuk dilihat, infeksi dapat cepat terjadi dalam ruang retropubis. Periode pemulihan lebih singkat dan kerusakan spinkter kandung kemih lebih sedikit. Namun, terkadang muncul pula insiden hemoragi akibat pleksus venosa prostat meningkat & oesteitis pubis.

Dari sekian terapi pembedahan yang dapatdilakukan pada pasien yang menderita BPH (Benigna Prostat Hipertropi) seperti uraian di atas, waktu penanganan untuk tiap pasien bervariasi tergantung beratnya gejala dan komplikasi. Indikasi absolut untuk terapi bedah, yaitu:

1) Retensio berulang

2) Hematuria

3) Tanda penurunan fungsi ginjal

4) lnfeksi saluran kemih berulang

5) Tanda-tanda obstruksi berat yaitu divertikel, hidroureter, dan hidronefrosis

6) Ada batu saluran kemih.

  1. Kosep Dasar Asuhan Keperawatan

a. Pengkajian

1) Identitas

Nama :

Umur :

Jenis kelamin :

Status :

Suku/bangsa :

Agama :

Pendidikan :

Pekerjaan :

Alamat :

Penanggung

2) Keluhan

· Sering kencing

· Sering terbangun untuk kencing pada malam hari (nocturia)

· Perasaan ingin kencing yang sangat mendesak (urgensi)

· Nyeri pada saat kencing (disuria)

· Pancaran melemah

· Rasa tidak puas setelah kencing

· Kalau mau kencing hams menunggu lama (hesitancy)

· Sering mengedan saat kencing (straining)

· Kencing terputus-putus (intermitency)

· Waktu kencing memanjang yang akhirnya akan menjadi retensi urine dan inkontinensia karena over flow.

3) a) Pre Operasi

· Data subyektif

- Pasien mengatakan panas saat kencing

- Pasien mengatakan sering kencing di malam hari

- Pasien saat kencing sedikit mengedan

- Pasien mengatakan kencingnya terputus-putus

- Pasien mengatakan nyeri saat berkemih

- Pasien mengatakan cemas dengan penyakitnya dan prosedur pembedahan

- Pasien mengeluh lemas

- Pasien mengatakan sering terbangun dimalam hari untuk kencing.

· Data obyektif

- Pasien tampak meringis

- Pasien tampak gelisah dan sering bertanya-tanya tentang penyakitnya

- Wajah pasien tampak tegang

- Konjungtiva pucat

- Pasien tampak lemah

b) Post Operasi

· Data obyektif

- Pasien merasa cemas dengan keadaannya.

- Pasien mengeluh kencing tidak terasa

- Pasien mengatakan ragu untuk berkemih

· Data obyektif

- Pasien terpasang tree way kateter

- Terdapat luka post operasi

- Terdapat pendarahan post operasi

- Terdapat cairan draine berwarna merah, dan tertampung dalam urine bag.

b. Diagnosa Keperawatan

1) Pre Operasi

a) Retensi urine berhubungan dengan pembesaran prostat

b) Nyeri akut berhubungan dengan distensi kandung kemih

c) Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan ketidakseimbangan elektrolit (disfungsi ginjal).

d) Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.

e) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpajan/ mengingat informasi.

f) Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan sering terbangun sekunder terhadap nokturia.

2) Post operasi

a) Perubahan pola eliminasi urine berhubuDgan dengan pasca pemasangan kateter.

b) Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan kesulitan mengontrol perdarahan.

c) Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, irigasi kandung kemih, dan kateter.

d) Nyeri akut berhubungan dengan prosedur bedah, dan tekanan dari balon kandung kemih (traksi).

e) Risiko tinggi terhadap disfungsi seksual berhubungan dengan ancaman konsep diri atau pcrubahan status kesehatan

c. Perencanaan

1) Pre Operasi

a) Retensi urine berhubungan dengan pembesaran prostat

Tujuan: Berkemih dalam jumlah yang cukup.

Kriteria hasil: Berkemih dengan lancar, tidak teraba distensi kandung kemih.

lntervensi

(1) Dorong masukan cairan sampai 3000 ml sehari, dalam toleransi jantung bila diindikasikan.

Rasional : Peningkatan aliran cairan mempertahankan perfusi ginjal dan membersihkan ginjal dan kandung kemih dari pertumbuhan bakteri.

(2) Observasi aliran urine, perhatikan ukuran dan kekuatan

Rasional : Berguna untuk mengevaluasi obstruksi dan pilihan intervensi.­

(3) Dorong pasien untuk berkemih tiap 2-4 jam dan bila tiba-tiba dirasakan.

Rasional : Meminimalkan retensi urine, distensi berlebihan pada kandung kemih.

(4) Awasi dan catat waktu dan jumlah tiap berkemih.

Rasional : Retensi urine meningkatkan tekanan dalam saluran perkemihan atas yang dapat mempengaruhi fungsi ginjal.

(5) Awasi tanda vital dengan ketat

Rasional : Kehilangan fungsi ginjal mengakibatkan penurunan eleminasi cairan dan akumulasi sisa toksik dapat berlanjut ke penurunan ginjal total

b) Nyeri akut berhubungan dengan distersi kandung kemih

Tujuan : Nyeri berkurang/hilang

Kriteria hasil : Ungkapan nyeri berkurang/terkontrol, tampak rileks, mampu untuk tidur atau istirahat dengan tepat.

lntervensi:

(1) Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0-10), lamanya.

Rasional : Memberikan informasi untuk membantu dalam menentukan pilihan atau keefektifan intervensi.

(2) Pertahankan tirah baring bila diindikasikan

Rasional : Tirah baring mungin diperlukan pada awal selama fase retensi akut. Namun ambulasi dini dapat memperbaiki pola berkemih normal dan menghilangkan nyeri kolik.

(3) Berikan tindakan kenyamanan, contoh: pijatan punggung, membantu pasien melakukan posisi yang nyaman mendorong penggunaan relaksasil latihan nafas dalam = aktivitas terapeutik.

Rasional : Meningkatkan relaksasi, memfokuskan kembali perhatian, dan dapat meningkatkan kemampuan kaping.

(4) Masukkan kateter dan dekatkan untuk kelancaran drainase

Rasional : Meningkatkan relaksasi otot.

(5) Kolaborasi dengan tim medis lainnya dalam pemberian analgetik

Rasional : Diberikan untuk menghilangkan nyeri berat, memberikan relaksasi mental dan fisiko

c) Risiko terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan ketidakseimbangan elektrolit (disfungsi ginjal).

Tujuan : Volume cairan adekuat.

Kriteria hasil: Hidrasi adekuat, tanda-tanda vital stabil, nadi perifer teraba, pengisian kapiler baik, membran mukosa lembab.

Intervensi:

(1) Awasi keluaran dengan hati-hati tiap jam bila diindikasikan. Perhatikan keluaran 100-200 ml/jam.

Rasional : Diuresis cepat dapat menyebabkan kekurangan volume total cairan, karena ketidakcukupan jumlah natrium diabsorpsi dalam tubulus ginjal.

(2) Dorong peningkatan pemasukan oral berdasarkan kebutuhan individu.

Rasional : Pasien dibatasi pemasukan oral dalam upaya mengontrol gejala urinaria, hemostatik pengurangan cadangan dan peningkatan risiko dehidrasi/hipovolemia.

(3) Awasi TD, Nadi dengan sering. Evaluasi pengisian kapiler dan membran mukosa oral.

Rasional : Memampukan deteksi dini/intervensi hipovolemik sistemik.

(4) Tingkatkan tirah baring dengan kepala tinggi

Rasional : Menurunkan kerja jantung, memudahkan homeostasis sirkulasi.

(5) Kolaborasi dalam pemberian cairan IV (garam faal hipertonik) sesuai kebutuhan dan pemeriksaan laboratorium (elektrolit; natrium).

Rasional : Menggantikan kehilangan cairan dan natrium untuk mencegah atau memperbaiki hipovolemia dan apabila pengumpulan cairan dari area ekstraselular natrium dapat mengikuti perpindahan, menyebabkan hiponatremia.

d) Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan

Tujuan : Cemas pasien berkurang.

Kriteria hasil: Tampak rileks, menyatakan tidak khawatir, tidak emosi, pasien dapat menyebutkan hal­-hal yang menyebabkan dirinya cemas, pasien tidak bertanya-tanya lagi.

lntervensi:

(1) Bina hubungan saling percaya

Rasional : Menunjukkan perhatian dan keinginan untuk membantu. Membantu dalam diskusi subjek sensitif.

(2) Berikan informasi tentang prosedur dan tes khusus, dan apa yang terjadi. Contoh kateter, urine berdarah, iritasi kandung kemih, ketahui seberapa banyak informasi yang diinginkan pasien.

Rasional : Membantu pasien memahami tujuan dari apa yang dilakukan, dan mengurangi masalah karena ketidaktahuan termasuk ketakutan akan kanker. Namun kelebihan informasi tidak membantu dan dapat meningkatkan ansietas.

(3) Pertahankan prilaku nyata dalam melakukan prosedur/ menerima pasien, lindungi privasi pasien.

Rasional : Menyatakan penerimaan dan menghilangkan rasa malu pasien.

(4) Motivasi pasien/orang terdekat untuk menyatakan masalah/perasaan

Rasional : Mendefinisikan masalah, memberikan kesempatan untuk menjawab pertanyaan, memperjelas kesalahan konsep, dan solusi pemecahan masalah.

(5) Beri penguatan informasi pasien yang telah diherikan sebelumnya.

Rasional : Memungkinkan pasien untuk menerima kenyataan dan menguatkan kepercayaan pada pemberian perawatan dan pemberian informasi.

e) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpajan/mengingat informasi

Tujuan : Pengetahuan pasien bertambah.

Kriteria hasil: Menyatakan pemahaman proses penyakit/ prognosis mengidentifikasi hubungan/ tanda gejala proses penyakit melakukan perubahan pola hidup/perilaku yang perlu berpartisipasi dalam program pengobatan.

Intervensi:

(1) Kaji ulang proses penyakit, pengalaman pasien

Rasional : Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan informasi terapi.

(2) Dorong menyatakan rasa takut/perasaan dan perhatian.

Rasional : Membantu pasien mengalami perasaan dapat merupakan rehabilitasi vital.

(3) Anjurkan menghindari makanan berbumbu, kopi, alkohol, mengemudikan mobil lama, pemasukan cairan cepat.

Rasional : Dapat menyebabkan iritasi prostat dengan masalah kongesti. Peningkatan tiba-tiba pada aliran urine dapat menyebabkan distersi kandung kemih dan kehilangan tonus kandung kemih, mengakibatkan retensi urinaria akut.

(4) Berikan informasi tentang anatomi dasar seksual, dorong pertanyaan dan tingkatkan dialog tentang masalah

Rasional : Memiliki informasi tentang anatomi membantu pasien memahami implikasi tindakan lanjut, sesuai dengan efek penampilan seksual.

(5) Beri penguatan pentingnya evaluasi medik untuk sedikitnya 6 bulan - 1 tahun termasuk pemeriksaan rektal urinalisa.

Rasional : Hipertrofi berulang dan atau infeksi disebabkan oleh organisme yang sama atau berbeda. Tidak umun dan akan memerlukan perubahan terapi untuk mencegah komplikasi serius.

f) Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan sering terbangun sekunder terhadap nokturia.

Tujuan : Istirahat tidur pasien terpenuhi.

Kriteria hasil: Melaporkan perbaikan dalarn pernenuhan istirahat/tidur. Mengungkapkan peningkatan rasa sejahtera dan segar.

lntervensi:

(1) Tentukan kebiasaan tidur dan perubahan yang terjadi.

Rasional : Mengkaji perlunya dan mengidentifikasi intervensi yang tepat.

(2) Berikan tempat tidur yang nyaman dan beberapa milik pribadi, misal: bantal, guling.

Rasional : Meningkatkan kenyamanan tidur serta dukungan fisiologis/ psikologis.

(3) Motivasi posisi nyaman, bantu dalam mengubah posisi.

Rasional : Perubahan posisi mengubah area tekanan dan meningkatkari istirahat tidur.

(4) Tingkatkan regimen kenyamanan pada waktu tidur, misal: mandi hangat dan massage, segelas susu hangat pada waktu tidur.

Rasional : Meningkatkan efek relaksasi, pemberian susu dapat meningkatkan sintesis serotonin, neurotransmiter yang membantu pasien tertidur dan tidur lebih lama.

(5) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemasangan kateter.

Rasional : Meningkatkan kenyamanan pasien karena tidak perlu lagi.

2) Post Operasi

a) Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan reseksi pembedahan dan irigasi kandung kemih.

Tujuan: Pola eliminasi kembali normal

Kriteria hasil : Berkemih dengan jumlah normal tanpa retensi, berkemih dengan jumlah normal dan pola biasanya, tidak mengalami obstruksi

Intervensi

(1) Kaji uretra atau kateter supra pubis terhadap kepatenan.

Rasional : Mempertahankan kepatenan kateter pada tempatnya.

(2) Kaji warna, karakter, dan aliran urine serta adanya bekuan melalui kateter tiap 2 jam.

Rasional : Mengindikasikan adanya sumbatan oleh karena perdarahan pembentukan bekuan, dan pembenaman kateter pada distensi kandung kemih.

(3) Catat jumlah irigasi dan haluaran urine, kurangi irigan dengan haluaran, laporkan retensi dan haluaran urine < 30 ml/jam.

Rasional : Mempertahankan hidrasi adekuat dan perfusi ginjal untuk aliran urin, penjadwalan masukan cairan menurunkan berkemih atau gangguan tidur selama malam hari.

(4) Pertahankan irigasi kandung kemih kontinu sesuai pesanan.

Rasional : Menghindari terjadinya obstruksi, mencuci kandung kemih dari bekuan darah atau debris sehingga mempertahankan patensi kateter atau aliran urin.

(5) Gunakan salin normal steril untuk irigasi sesuai pesanan, pertahankan teknik steril dan atur aliran, lakukan 40 sampai 60 tetes/mnt.

Rasional : Irigasi dengan salin normal (isotonik) akan meminimalkan kehilangan untuk mempertahankan urin jernih.

(6) Setelah kateter dilepas ukur urine setiap berkemih, observasi kekuatan aliran.

Rasional : Berkemih dapat berlanjut menjadi masalah untuk beberapa waktu karena edema uretra dan kehilangan tonus.

b) Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan kesulitan mengontrol perdarahan.

Tujuan : Volume cairan adekuat dan tidak ada perdarahan aktif.

Kriteria hasil: Hidrasi adekuat, tanda-tanda vital stabil, nadi perifer teraba, pengisian kapiler baik, membran mukosa lembab.

lntervensi:

(1) Awasi TD Nadi dengan sering. Evaluasi pengisian kapiler dan membran mukosa oral.

Rasional : Memampukan deteksi dini/intervensi hipovolemik sistemik.

(2) Awasi pemasukan dan pengeluaran cairan.

Rasional: Indikator keseimbangan cairan dan kebutuhan penggantian.

(3) Motivasi pemasukan cairan 3000 ml/hari kecuali kontraindikasi.

Rasional: Membilas ginja1/kandung kemih dari bakteri dan debris tetapi dapat mengakibatkan intoksikasi cairan/ kelebihan cairan bila tidak diawasi dengan ketat.

(4) Evaluasi warna konsistensi urine (merah terang, keruh gelap, atau dengan bekuan gelap)

Rasional : Mengindikasikan perdarahan arterial dan perlu terapi cepat, perdarahan dari vena, atau menunjukkan diskrasia darah (masalah pembekuan sistemik).

(5) Kendorkan traksi 4-5 jam. Catat periode pemasangan dan pengendoran traksi, bila digunakan.

Rasional : Traksi lama dapat menyebabkan trauma/ masalah permanen dalam mengontrol urine.

(6) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi, contoh: HB, HT, jumlah sel darah merah.

Rasional : Untuk evaluasi kehilangan darah/kebutuhan penggantin.

c) Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasif irigasi kandung kemih, dan kateter

Tujuan : Infeksi tidak terjadi

Kriteria hasil: Mencapai waktu penyembuhan, tidak mengalami tanda infeksi.

Intervensi:

(1) Awasi tanda-tanda vital, terutama suhu, nadi dan respirasi

Rasional : Pasien yang menjalani TURP berisiko untuk syock bedah/septik sehubungan dengan manipulasil instrumentasi.

(2) Pertahankan sistem kateter steril (perawatan kateter regular dengan sabun dan air)

Rasional : Mencegah pemasukan bakteri dan infeksi/ sepsis lanjut.

(3) Ambulasi dengan kantung drainase dependen

Rasional : Menghindari refleks balik urine, yang dapat memasukkan bakteri ke dalam kandung kemih.

(4) Observasi drainase dari luka, sekitar kateter suprapubik.

Rasional : Adanya drain, insisi suprapubik meningkatkan risiko untuk memberikan media untuk pertumbuhan bakteri, peningkatan risiko infeksi luka.

(5) Ganti balutan dengan sering, pembersihan dan pengeringan kulit sepanjang waktu.

Rasional : Balutan basah menyebabkan kulit iritasi dan memberikan media untuk pertumbuhan bakteri, peningkatan risiko infeksi luka.

d) Nyeri akut berhubungan dengan prosedur bedah dan tekanan dari balon kandung kemih (traksi)

Tujuan : Nyeri berkurang / hilang.

Ktiteria hasil : Melaporkan nyeri hilang/terkontrol, menunjukkan penggunaan ketrampilan relaksasi dan aktivitas terapeutik sesuai indikasi untuk situasi individu, tampak rileks, tidur/istirahat dengan tepat.

Intervensi:

(1) Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas berdasarkan PQRST.

Rasional : Nyeri tajam, intermitten dengan dorongan berkemih/pasase urine di sekitar kateter menunjukkan spasme kandung kemih yang cenderung lebih berat pada pendekatan suprabuik atau TUR (biasanya menurun setelah 48 jam).

(2) Pertahankan patensi kateter; dan sistem drainase. Pertahankan selang behas dari lekukan dan bekuan.

Rasional : Mempertahankan fungsi kateter dan drainase sistem, menurunkan risiko distensi/kandung kemih.

(3) Berikan pasien informasi yang akurat te'ntang kateter, drainase, dan spasme kandung kemih.

Rasional : Menghilangkan ansietas dan meningkatkan kerja sama dengau-prosedur tertentu.

(4) Berikan tindakan kenyamanan (sentuhan terapeutik, pengubahan posisi, pijatan punggung) dan aktivitas terapeutik. Dorong penggunaan teknik relaksasi (nafas dalam, visualisasi, pedoman imajinasi).

Rasional : Menurunkan tegangan otot, memfokuskan kembali perhatian, dan dapat meningkatkan kemampuan koping.

(5) Kolaborasi dalam pemberian antispasmodik

Rasional : Merilekskan otot polos, untuk memberikan penurunan spasme dan nyeri.

e) Risiko tinggi terhadap disfungsi seksual berhubungan dengan ancaman konsep dirilperubahan status kesehatan

Tujuan : Gangguan disfungsi seksual tidak terjadi.

Kriteria hasil : Tampak Tileks. dan melaporkan ansietas menurun sampai tingkat dapat diatasi, menyatakan pemahaman situasi individual, menunjukkan ketrampilan pemecahan mrisalah.

lntervensi:

(1) Bina hubungan saling percaya

Rasional : Menunjukkan perhatian dan keinginan untuk membantu, membantu dalam diskusi tentang subjek sensitif.

(2) Berikan informasi akurat tentang harapan kembalinya fungsi seksual.

Rasional : Impotensl fisiologis terjadi bila saraf perineal dipotong selama prosedur radikal, pada pendekatan lain, aktivitas seksual dapat dilakukan biasa dalam 6-8 minggu.

(3) Diskusikan dasar anatomi, jujur dalam menjawab pertanyaan pasien

Rasional : Saraf pleksus mengontrol aliran secara posterior ke prostat melalui kapsul pada prosedur yang tidak melibatkan kapsul prostat, impoten dan strelisitas biasanya tidak menjadi konsekuensi. Prosedur bedah mungkin tidak memberikan pengobatan permanen, dan hipertrofi dapat berulang.

(4) Instruksikan latihan perineal dan interupsi/kontinu aliran urine.

Rasional : Meningkatkan peningkatan kontrol otot kontinensia urinaria dan fungsi seksual.

(5) Kolaborasi dengan tim medis (penasehat seksual) sesuai indikasi.

Rasional : Masalah menetap/tidak teratasi memerlukan intervensi profesional.

d. Pelaksanaan

lntervensi keperawatan adalah preskripsi untuk perilaku spesifik yang diharapkan dari pasien dan atau tindakan yang harus dilakukan oieh perawat. Tindakan/intervensi keperawatan dipilih untuk membantu pasien dalam mencapai hasil pasien yang. diharapkan dan tujuan pemulangan. Harapannya adalah bahwa perilaku yang dipreskripsikan akan menguntungkan pasien dan keluarga dalam cara yang dapat diprediksi, yang berhubungan dengan masalah yang diidentifikasi dan tujuan yang telah dipilih. lntervensi mempunyai maksud mengindividualkan perawatan dengan memenuhi kebutuhan spesifik pasieri.

e. Evaluasi

Evaluasi adalah tahap akhir dalam proses keperawatan. Dimana dalam evaluasi, perawat dapat melakukan penilaian terhadap keefektifan tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien.

Adapun evaluasi yang di dapat dari pelaksanaan di atas, adalah:

1) Evaluasi tindakan keperawatan Pre Operatif

a) Retensi urine tidak terjadi

b) Nyeri berkuraIig/hilang

c) Kebutuhan cairan seimbang

d) Ansietas pasien berkurang atau hilang

e) Pengetahuan pasien bertambah.

f) Istirahat tidur pasien terpenuhi

2) Evaluasi tindakan keperawatan Intra Operasi

a) Hipotermi tidak terjadi

b) Perdarahan terkontrol

c) Hiponatremia tidak terjadi

d) Pola nafas pasien efektif

e) Kebutuhan cairan seimbang .

3) Evaluasi tindakan keperawatan Post Operasi

a) Pola eliminasi normal

b) Kebutuhan cairan seimbang

c) Infeksi tidak terjadi

d) Nyeri berkurang atau hilang

Disfungsi seksual tidak terjadi