Pages

Saturday, April 24, 2010

APENDIKSITIS

1. Konsep Dasar Appendiksitis

a. Pengertian

Appendiksitis adalah suatu peradangan pada appendik yang mengenai semua lapisan organ tersebut (Price, 1999)

Appendiksitis adalah penyebab paling utama inflamasi akut pada abdomen kuadran kanan bawah (Brunner and Suddarth, 2001)

Appendiksitis adalah peradangan dari appendik vermiformis dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering, penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki – laki maupun perempuan,tapi lebih sering menyerang laki – laki berusia 10 – 30 tahun (Mansjoer, 2000)

b. Patofisiologi

Appendiksitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen appendik oleh fekalit, benda asing, dan infeksi bacterial yang dapat menyebabkan obstruksi. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut semakin banyak , namun elastisitas dinding appendik memiliki keterbatasan sehingga dapat menekan dinding appendik. Tekanan mengakibatkan edema pada appendik yang menimbulkan demam, appendik yang meradang menimbulkan nyeri tekan pada perut kwadran kanan bawah (titik Mc Burney) dengan 4 regio, nyeri tekan dan lepas (tanda rovsing dan tanda blumberg), tanda rovsing dapat timbul dengan melakukan palpasi pada abdomen kwadran kiri bawah, yang secara paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa di abdomen kwadran kanan bawah. Apabila kuman telah menyebar ke usus dapat mengiritasi usus sehingga terjadi peningkatan produk sekretonik termasuk mukus, iritasi mikroba juga mempengaruhi lapisan otot sehingga terjadi penurunan peristaltik usus dan dapat menyebabkan konstipasi. Apabila kuman menyebar ke umbilikus dan menimbulkan rangsangan nyeri hebat sehingga dapat merangsang pusat muntah, anoreksia dan perasaan enek. Appendik yang meradang harus segera dilakukan prosedur pembedahan agar infeksi tidak menyebar. Apabila appendik yang meradang tidak ditanggulangi dapat menyebabkan komplikasi yaitu appendik supuratif akut dimana sekresi mukus berlanjut, tekanan terus meningkat, obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri dapat menembus dinding. Apabila aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding appendik yang diikuti dengan gangren dan dikatakan pada stadium appendiksitis ganggrenosa. Dan bila dinding yang telah rapuh itu pecah akan terjadi appendiksitis perforasi sampai akhirnya terjadi peritonitis.

c. Pemeriksaan Penunjang

1) Pemeriksaan Radiologi

Menunjukkan adanya pengerasan material pada appendik, kadang tampak ileus lokal.

2) Pemeriksaan Laboratorium Darah Lengkap

Leukosit diatas 12000/M2 meningkat sampai 75%.

3) Pemeriksaan Colok Dubur

Pada wanita untuk membedakan antara appendiksitis dengan PID (Pelvic Inflamatory Deseases)

4) Uji Psoas

Uji psoas dilakukan dengan rangsangan muskulus psoas kuat hiperekstensi atau fleksi aktif. Bila appendik yang meradang menempel dalam psoas tindakan tersebut akan menimbulakan nyeri.

5) Uji Ubsturator

Uji ubsturator digunakan untuk melihat apakah appendik yang meradang kontak dengan muskulus obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil dengan fleksi sendi panggul pada posisi terlentang pada appendik akan menimbulkan nyeri.

6) Ultrasonografi

Pemeriksaan USG dilakukan bila terjadi infiltrasi appendikular. Tetapi USG bisa digunakan untuk menimbulkan akulturasi diagnosis.

d. Penatalaksanaan Medis (Mansjoer, 2000)

1) Pre Operasi

a) Observasi

(1) Dalam 8 – 12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala appendiksitis masih belum jelas dilakukan observasi ketat pasien dilakukan tirah baring dan dipuasakan.

(2) Dilakukan pemeriksaan abdomen, rektal, pemeriksaan darah diulang secara periodik.

(3) Diagnosis ditegakkan dengan lokalisasi nyeri di daerah abdomen kanan bawah dalam 12 jam setelah timbulnya keluhan.

b) Beri antibiotik kombinasi yang aktif terhadap kuman / bakteri aerob dan anaerob.

2) Operasi Appendictomy / Intra Operasi ( Duranta Operasi )

Tindakan Appendektomy untuk mengangkat appendik yang dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan risiko perforasi. Apabila sudah terjadi perforasi pada appendik sebelumnya pasien diberi antibiotika kombinasi yang aktif terhadap kuman / bakteri sampai tidak terdapat pus dan keadaan umum pasien baik baru dapat dilakukan appendektomy.

3) Post Operasi

a) Observasi TTV dan tanda – tanda syok.

b) Baringkan pasien dalam posisi semi fowler.

c) Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan dan selama itu pasien dipuasakan.

d) Berikan minum mulai 15 ml/jam selama 4 – 5 jam lalu naikkan menjadi 30 ml/jam keesokan harinya diberikan makanan saring dan hari berikutnya diberikan makanan lunak.

e) Satu hari post operasi pasien dianjurkan miring kiri / kanan dan secara bertahap duduk tegak ditempat tidur selama 2 x 30 menit.

f) Pada hari kedua pasien dapat diberdirikan dan duduk di luar kamar.

g) Pada hari ke tiga rawat luka dan hari ke tujuh jahitan dapat diangkat.

2. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Appendiksitis

a. Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan. Pada tahap ini akan dilaksanakan pengumpulan data, analisa data, perumusan masalah dan diagnosa keperawatan. ( Keliat, 1996 )

1) Pengumpulan Data

a) Pre operasi (Doengoes, 1999)

(1) Data subjektif

Pasien mengatakan nyeri pada perut bagian kanan bawah, pasien mengatakan nyeri seperti ditusuk – tusuk, skala nyeri 5 dari 10 skala nyeri yang diberikan, pasien atau keluarga mengatakan takut dan khawatir, pasien dan keluarga mengatakan belum mengerti tentang penyakit pasien, pasien menanyakan tentang perawatan setelah operasi.

(2) Data objektif

Pasien tampak meringis, pasien tampak memegang perutnya saat bergerak, pasien dan keluarga tampak cemas dan gelisah, pasien dan keluarga tampak bertanya – tanya tentang keadaan pasien, ekspresi wajah tampak mengerutkan alis, pasien tampak tegang, terdapat nyeri tekan pada perut kwadran kanan bawah, terdapat tanda rovsing, terdapat peningkatan ( leukosit, neutrofil, produk mukus, dan secret) dan terdapat penurunan peristaltik usus.

b) Intra operasi

(1) Data subjektif

Pasien mengeluh cemas dengan keadaannya, pasien bertanya – tanya tentang prosedur pembedahan yang dilakukan.

(2) Data objektif

Pasien tampak diberikan anestesi SAB dengan tehnik regional anestesi, dilakukan insisi pada perut kanan bawah dengan menggunakan cauther, kesadaran CM, ekstremitas dingin terjadi penurunan tekanan darah dibawah normal, pasien diberi posisi semi fowler.

c) Post operasi

1) Data subjektif

Pasien mengeluh badannya lemas, pasien mengeluh tidak merasakan nyeri pada perut kanan bawah bekas operasi appendektomi.

2) Data objektif

Pasien tampak berbaring di tempat tidur, pasien masih dalam pengaruh anestesi (4 – 6 jam post operasi), pasien diberi posisi “V” dimana kepala dan kaki ditinggikan, pasien belum mampu mobilisasi secara bertahap.

2) Diagnosa Keperaawatan

a) Pre operasi (Doengoes, 1999 dan Carpenito, 2000)

(1) Resiko komplikasi sepsis berhubungan dengan sisi masuknya micro organisme skunder.

(2) Nyeri akut berhubungan dengan reaksi peradangan pada appendik.

(3) Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit, penyebab dan perawatan.

b) Intra operasi

(1) Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan efek anestesi (vasodilatasi)

(2) Resiko perubahan pola nafas tidak efektif berhubungan dengan efek anestesi (melemahkan otot – otot diafragma)

(3) Resiko injuri berhubungan dengan proses pembedahan (penggunaan alat cauther)

(4) Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan terhadap proses pembedahan.

c) Post operasi

(1) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan akibat efek anastesi post appendektomy.

b. Perencanaan

Rencana keperawatan adalah desain spesifik untuk membantu pasien dalam mencapai kriteria hasil. Rencana keperawatan dilaksanakan berdasarkan komponen penyebab diagnosa keperawatan. Oleh karena itu, rencana mendefinisaikan suatu aktifitas yang diperlukan untuk membatasi faktor – faktor pendukung terhadap suatu permasalahan. (Nursalam, 2001)

Perencanaan merupakan tahap kedua dalam proses keperawatan yang terdiri dari prioritas diagnosa keperawatan dan rencana keperawatan.

1) Prioritas Masalah

a) Pre operasi

(1) Risiko komplikasi sepsis berhubungan dengan sisi masuknya micro organisme skunder.

(2) Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada appendik.

(3) Ansietas berhubungan dengan kurang penetahuan tentang penyakit, penyebab dan perawatan.

b) Post operasi

(1) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan akibat efek anastesi post appendektomy.

2) Rencana Keperawatan berdasarkan diagnosa keperawatan (Doengoes, 1999 dan Carpenito, 1998)

a) Pre operasi

(1) Risiko sepsis berhubungan dengan sisi masuknya microorganisme skunder.

(a) Tujuan : Komplikasi sepsis tidak terjadi.

(b) Kriteria hasil : Tanda – tanda infeksi tidak ada, tidak ada manifestasi peritonitis.

(c) Tindakan keperawatan

· Observasi tanda – tanda vital tiap 6 jam

Rasional : Tanda tanda vital terutama peningkatan suhu dapat menjadi indikator terjadinya perforasi atau infeksi yang lebih luas.

· Informasikan kepada dokter segera dan siapkan pembedahan sesuai program bila manifestasi perforasi terjadi

Rasional : Pembedahan segera diperlukan untuk appendik ruptur, isi usus keluar ke dalam rongga peritoneal bila appendik ruptur dapat mencetuskan peritonitis.

· Pertahankan puasa, delegatif pemberian therapi cairan parenteral sesuai dengan program pra pembedahan

Rasional : Penghentian masukan makanan dan cairan per oral sebelum pembedahan mengurangi risiko muntah dan aspirasi bila telah dilakukan anastesi, akses vaskuler diperlukan bila sewaktu – waktu diperlukan pemberian obat – obat emergency.

· Pertahankan tirah baring pada posisi semi fowler dengan lutut fleksi

Rasional : Posisi semi fowler dengan fleksi pada lutut mengurang kontraksi otot – otot abdominal sehingga meminimalkan tekanan pada abdomen.

(2) Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada appendik.

(a) Tujuan : Nyeri hilang atau terkontrol

(b) Kriteria hasil : Pasien rileks, mampu tidur atau istirahat dengan baik, nadi 80 – 84 x/menit, pasien tidak mengeluh nyeri dan tidak meringis, skala nyeri ringan ( 1 – 3) dari 10 skala nyeri.

(c) Tindakan keperawatan

· Observasi nyeri dengan tehnik PQRST ( Provoking Quality Region Saverity dan Timing )

Rasional : Perubahan karakteristik nyeri menunjukkan terjadinya perubahan pada appendik misal terjadi abses atau peritonitis, dengan demikian dapat segera dilakukan evaluasi medik dan intervensi yang tepat.

· Pertahankan tirah baring dengan posisi semi fowler dengan lutut fleksi

Rasional : Posisi semi fowler dengan lutut fleksi mengurang kontraksi otot – otot abdominal sehingga mengurangi tekanan pada abdomen yang nantinya dapat mengurangi sensasi nyeri.

· Ajarkan dan anjurkan penggunaan tehnik distraksi dan relaksasi

Rasional : Tehnik distraksi mampu mengurangi fokus terhadap nyeri dan mengalihkan fokus terhadap hal – hal lain diluar sensasi nyeri sehingga mengurangi sensasi nyeri yang dirasakan, tehnik relaksasi membantu mengurangi kontraksi otot –otot sehingga menjadi lebih rileks dan akan mengurangi sensasi nyeri yang dirasakan.

· Delegatif dalam memberikan analgetik sesuai indikasi

Rasional : agen analgetik mampu mengurangi sensitifitas dari saraf – saraf penerima rangsangan dan beberapa analgetika juga dapat mengurangi efektifitas pengantaran rangsang dari neurotransmiter, sehingga rangsangan nyeri yang diterima oleh corteks cerebri sebagai penerima rangsangan lebih lemah dan sensasi nyeri yang dirasakan juga lebih ringan.

(3) Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit, penyebab dan perawatan.

(a) Tujuan : Ansietas terkontrol

(b) Kriteria hasil : Pasien menggunakan mekanisme koping yang efektif dalam mengatasi ansietasnya, pasien tidak cemas.

(c) Tindakan keperawatan

· Observasi tingkat ansietas, catat respon verbal dan non verbal

Rasional : Tingkat ansietas akan mempengaruhi penerimaan dan kooperatifitas terhadap tindakan yang diberikan sehingga perlu diketahui karena pada tingkat ansietas tertentu berbeda tehnik penanganannya.

· Berikan informasi tentang penyakit pasien

Rasional : Mengetahui apa yang terjadi dan penyelesaiannya akan membantu mengurangi ansietas.

· Berikan kesempatan bertanya pada pasien

Rasional : Pertanyaan – pertanyaan dari pasien dapat menjadi tolak ukur tingkat pemahaman pasien terhadap penjelasan yang telah diberikan.

· Libatkan keluarga dalam perawatan pasien

Rasional : Orang terdekat lebih dipercaya pasien dan dapat memotivasi pasien untuk dapat mengikuti perawatan dan akan meningkatkan kooperatifitas pasien.

b) Intra operasi

(1) Risiko penurunan curah jantung berhubungan dengan efek anestesi (vasokontriksi).

(a) Tujuan : Tidak terjadi penurunan curah jantung

(b) Kriteria hasil : tekanan darah dalam batas normal, tidak terjadi hipotensi.

(c) Rencana tindakan :

· Pantau atau catat kecenderungan frekuensi jantung dan tekanan darah khususnya terjadinya hipotensi.

Rasional : Hipotensi dapat terjadi akibat kekurangan cairan dan vasokontriksi pembuluh darah.

· Catat suhu kulit atau warna dan kualitas atau kesamaan nadi perifer.

Rasional : kulit hangat, merah muda dan nadi kuat indikator curah jantung adekuat.

· Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.

Rasional : Meningkatkan oksigenisasi maksimal, menurunkan kerja jantung.

· Kolaborasi dalam pemberian cairan elektrolit dan obat sesuai indikasi.

Rasional : kebutuhan pasien terpenuhi tergantung tipe pembedahan.

(2) Risiko perubahan pola nafas tidak efektif berhubungan dengan efek anestesi (relaksasi otot – otot diafragma).

(a) Tujuan : Pola nafas efektif

(b) Kriteria hasil : pola nafas normal (18 – 20 x/menit)/efektif, tidak terjadi sianosis atau tanda – tanda hipoksia

(c) Rencana tindakan :

· Pertahankan jalan udara pasien

Rasional : Mencegah obstruksi jalan nafas

· Catat frekuensi dan kedalaman pernafasan pasien

Rasional : Memastikan efektifitas pernafasan sehingga upaya memperbaikinya dapat segera dilakukan.

· Pantau TTV secara terus menerus

Rasional : Meningkatnya pernafasan, takikardi, bradhikardi, menunjukkan kemungkinan hipoksia

· Posisikan pasien pada posisi yang sesuai dengan jenis pembedahan dan anestesi

Rasional : Posisi yang benar akan mendorong ventilasi pada lobus paru dan menurunkan tekanan pada diafragma

· Observasi fungsi otot terutama otot pernafasan

Rasional : Obat anestesi dalam proses pembedahan dapat menimbulkan relaksasi pada otot pernafasan.

(3) Risiko injuri berhubungan dengan proses pembedahan (penggunaan alat cauther).

(a) Tujuan : Cedera tidak terjadi

(b) Kriteria hasil : Meningkatkan keamanan dan menggunakan sumber – sumber secara tepat

(c) Rencana tindakan :

· Antisipasi gerakan jalur dan mendukung posisi pasien yang tepat

Rasional : Mencegah tegangan atau dislokalisasi

· Pastikan keamanan elektrikal dan alat – alat yang dipergunakan selama prosedur operasi

Rasional : pemeriksaan alat – alat elektrik secara periodik penting dilakukan untuk keamanan pasien dan tindakan operasi

· Lindungi sekitar kulit dan anatomi yang sesuai menggunakan handuk basah, spon dan penghentian pendarahan

Rasional : mencegah kerusakan integritas kulit dan beri batasan perlukaan anatomi pada area operasi

· Berikan petunjuk yang sederhana dan singkat pada pasien yang sadar

Rasional : membantu pasien dalam memahami prosedur yang dilakukan sehingga mengurangi resiko cedera

(4) Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan terhadap proses pembedahan.

(a) Tujuan : Ansietas terkontrol

(b) Kriteria hasil : Menggunakan mekanisme koping yang efektif dalam mengatasi ansietas, pasien tidak cemas

(c) Rencana tindakan :

· Informasikan pasien tentang perawatan yang dilakukan selama intra operasi

Rasional : Menurunkan rasa cemas dan kembangkan rasa percaya

· Identifikasi tingkat rasa takut

Rasional : Rasa takut yang terus menerus dapat mengakibatkan stres

· Validasi sumber rasa takut dan sediakan informasi yang adekuat

Rasional : Rasa takut pasien dapat dipecahkan atau berkurang

· Berikan petunjuk dan penjelasan yang sederhana tentang tindakan operasi dan jenis anestesi yang diberikan

Rasional : Memahami petunjuk – petunjuk sederhana dan meningkatkan rasa percaya pasien

c) Post operasi

(1) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan akibat efek anastesi post appendektomy.

(a) Tujuan : pasien dapat beraktifitas secara mandiri

(b) Kriteria hasil : pasien dapat beraktifitas dan memenuhi adl secara mandiri, menunjukkan peningkatan yang dapat diukur dengan toleransi aktifitas.

(c) Tindakan keperawatan

· Observasi tingkat kemampuan pasien dalam beraktifitas

Rasional : menetahui tingkat kemampuan pasien dalam beraktifitas menjadi suatu pertimbangan dalam membantu memenuhi kebutuhan pasien.

· Anjurkan pasien melakukan aktifitas secara mandiri

Rasional : meningkatkan kemampuan pasien dalam beraktifitas secara mandiri sampai tingkat normal dan menumbuhkan rasa semangat untuk beraktifitas.

· Dekatkan alat – alat dan keperluan pasien sehingga mudah dicapai

Rasional : penempatan alat – alat yang mudah dijangkau membantu melatih pasien untuk memenuhi kebutuhannya secara mandiri dan mengurangi resiko cedera.

· Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya seminimal mungkin

Rasional : dengan bantuan yang minimal pasien akan berusaha untuk memenuhi kebutuhannya secara mandiri dan melatih pasien untuk bergerak.

c. Pelaksanaan

Pelaksanaan atau implementasi adalah pelaksanaan dari perencanaan keperawatan oleh perawat kepada pasien. (Keliat, 1996 : Gritin – Kenney dan Christensen, 1986)

Pelaksanaan tindakan keperawatan berdasarkan rencana yang telah dibuat dalam rencana keperawatan. (doengoes, 1999)

d. Evaluasi

Evaluasi adalah bagian terahir dari proses keperawatan dari semua tahap proses keperawatan (Diagnosa, Tujuan, Intervensi) harus di evaluasi

Hasil yang diharapkan pada pasien appendik adalah :

1) Pre operasi

a) Komplikasi sepsis tidak terjadi

b) Nyeri hilang atau terkontrol

c) Ansietas terkontrol

2) Intra operasi

a) Tidak terjadi penurunan curah jantung

b) Pola nafas efektif

c) Injuri tidak terjadi

d) Ansietas terkontrol

3) Post operasi

a) Aktifitas terkoordinasi

1 comment:

  1. terimakasih buat artikelnya... sangat bermanfaat sob...

    http://cv-pengobatan.com/pengobatan-alami-radang-panggul/

    ReplyDelete