Pages

Tuesday, June 15, 2010

LAPAROTOMI ec Trauma Abdomen

1. Konsep Dasar Trauma Tumpul Abdomen

a. Pengertian

Trauma abdomen adalah setiap ruda paksa yang mengenai abdomen. Pasien dengan trauma abdomen khususnya yang mengenai hati, ginjal, limfe dan pembuluh darah merupakan suatu kedaruratan medik yang perlu mendapat penanganan segera, karena dapat menimbulkan kehilangan darah substansial ke dalam rongga peritoneum (Brunner & Suddarth, 2004). Macam-macam trauma sesuai etiologi ada dua yaitu trauma tembus abdomen dan trauma tumpul abdomen.

1) Trauma tembus abdomen

Cedera tembus abdomen (luka tembak, luka tusuk) bersifat serius dan biasanya memerlukan pembedahan. Mekanisme terjadinya tergantung pada tenaga kinetik penetratif. Trauma tumpul abdomen menimbulkan insiden yang tinggi dari luka terhadap organ berongga, terutama usus halus, hati adalah organ yang paling sering terkena. (Mansjoer, 2000).

2) Trauma tumpul abdomen

Mekanisme terjadinya trauma tumpul disebabkan adanya deselarasi cepat dan adanya organ yang tidak mempunyai kelenturan (non compliant organ), seperti: hati, limpa, pakreas dan ginjal. (Mansjoer, 2000).

Berdasarkan organ yang terkena, tipe cedera dapat dibagi menjadi dua yaitu:

a) Pada organ padat seperti hepar, limpa dengan gejala utama perdarahan.

b) Pada organ berongga seperti usus, saluran empedu dengan gejala utama adalah peritonitis. (Mansjoer, 2000)

b. Fatofisiologi

Kecelakan, jatuh, terkena pukulan, trauma tembak dan trauma tajam, dapat menyebabkan adanya deselarasi cepat dan adanya organ yang tidak mempunyai kelenturan (non compliant organ) seperti: hati, limpa, pankreas dan ginjal. Untuk memastikan apakah ada kerusakan lien/tidak diperlukan pemeriksaan Rontgent. Bila ada kerusakan pada salah satu lien, harus segera dilakukan laparatomi untuk mencegah komplikasi lebih lanjut. Pada trauma tumpul, bila terdapat tanda kerusakan intra peritoneum harus dilakukan tindakan laparatomi.

Adanya kehilangan darah substansial ke dalam rongga peritoneum mengakibatkan peningkatan volume darah dan cairan gastrointestinal di dalam rongga peritoneum dan dapat memunculkan rangsangan peritoneal berupa nyeri tekan atau nyeri lepas, nyeri ketok dan kekakuan dinding perut, yang akhirnya akan terjadi peritonitis.

Adanya tanda dan gejala yang ditimbulkan adalah perdarahan intra abdomen, akral dingin, mual, muntah, anoreksia, memar, distensi abdomen, nyeri tekan, nyeri lepas, nyeri ketok, kekakuan dinding perut, hemoragia, suhu tubuh meningkat. Dan proses terjadinya sehingga menimbulkan tanda dan gejala apabila tidak mendapatkan penanganan yang memadai akan dapat menimbulkan komplikasi, baik yang bersifat segera seperti hemoragia, syok dan cedera serta yang bersifat lambat seperti infeksi. (Mansjoer, 2000)

c. Pemeriksaan Penunjang Diagnostik

Untuk menunjang pemeriksaan diagnostik pasien dengan trauma tumpul adalah dengan metoda (Mansjoer, 2000):

1) Metode Von Lany

Membandingkan leukosit/mm3 dengan eritrosit/mm3 setiap setengan jam, untuk membantu menentukan apakah ada perdarahan yang tidak tampak. Bila leukosit terus meningkat sedangkan eritrosil menurun tanpa ada tanda-tanda radang dapat memberi petunjuk adanya perdarahan.

2) Pemeriksaan laboratorium.

Kadar hemoglobin (Hb), hematokrit, leukosit, dan analisis urin. Bila terjadi perdarahan akan terjadi penurunan hemoglobin dan hematokrit dan bisa disertai leukositosis. Sedangkan analisa urin, adanya eritrosit di dalam urin menunjang terjadinya trauma saluran kencing. Bila meragukan harus dilakukan pemeriksaan serial, sedangkan adanya eritrosit di dalam urin menunjang terjadinya trauma saluran kencing. Kadar serum amylase 100 unit dalam 100 ml cairan abdomen menunjang bahwa telah terjadi trauma pancreas.

3) Pemeriksaan Radiologi

a) Foto Polos Abdomen

Yang perlu diperhatikan adalah tulang vertebra dan pelvis, benda asing dan udara bebas intra atau retroperitoneal.

b) IVP / Sistogram

Hanya dilakukan bila dicurigai ada trauma saluran kencing.

c) CT Scan

Membantu menegakkan diagnosa pada trauma tumpul.

d. Penatalaksanaan Medis

1) Hal umum yang perlu mendapat perhatian adalah sebisa mungkin atasi dulu Airway, Breating, Circulation. Bila pasien telah stabil baru memikirkan penatalaksanaan abdomen itu sendiri.

2) Pipa lambung selain untuk diagnostik harus segera dipasang untuk mencegah terjadinya aspirasi bila terjadi muntah.

3) Kateter dipasang untuk mengosongkan kandung kamih dan menilai urine.

4) Bila terjadi perdarahan tindakan yang dilakukan adalah penghentian peredaran darah.

5) Penanganan kerusakan berkisar dari penutupan sederhana sampai reseksi sebagian pada organ berongga.

6) Laparatomi

Pada trauma tumpul bila terdapat tanda kerusakan intraperitoneum harus dilakukan laparatomi, sedangkan bila tidak pasien diobservasi 24 - 48 jam untuk mengetahui organ yang mengalami kerusakan.

2. Kosep Dasar Asuhan Keperawalan.

a. Pengkajian

Adapun data fokus pada pasien dengan laparatomi, menurut Doenges (1999) dan Carpenito (1999) adalah:

1) Pengkajian Preoperatif

a) Data subyektif

Pasien mengeluh nyeri lekan, nyeri lepas, nyeri ketok, mual, tidak nafsu makan (anoreksia) dan pasien mengatakan lemas, pasien bertanya-tanya tentang penyakitnya.

b) Data obyektif

Pasien muntah, terjadi pendarahan, penurunan tekanan darah, kekakuan dinding perut, suhu meningkat, hematemesis melena, pasien tampak lemah, cemas dan gelisah.

2) Pengkajian Post-operasi.

a) Data subyektif

Pasien mengatakan nyeri pada bagian perut, nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk, nyeri dirasakan bertambah bila bergerak pasien mengatakan lemas, disorientasi orang, tempat dan waktu, kurang minat, kurang bergairah, lemah, mual dan sesak.

b) Data obyektif

Terdapat luka operasi, raut muka mengekspresikan rasa sakit, pasien tampak meringis, nyeri tekan dan nyeri lepas, pasien tampak lemah, perubahan vital sign, penurunan bising usus, terpasang dower kateter dan drain.

3) Diagnosa keperawatan

a) Diagnosa Pre operasi

(1) Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan spasme otot sekunder akibat kecelakaan.

(2) Hipertermi berhubungan dengan respon peradangan.

(3) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia.

b) Diagnosa post operasi

(1) Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan spasme otot sekunder akibat pembedahan.

(2) Intoleransi aktivitas bechubungan dengan kelemahan umum.

(3) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan immobilisasi yang disebabkan dari obat-obatan anestesi.

(4) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi.

(5) Perubahan persepsi sensori: proses pikir berhubungan dengan penggunaan obat-obatan anestesi.

(6) Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual/ muntah.

(7) Risiko infeksi berhubungan dengan adanya tempat masuknya mikroorganisme sekunder akibat pembedahan.

(8) Risiko konstipasi berhubungan dengan penurunan peristaltik sekunder akibat imobilisasi.

b. Perencanaan dan Intervensi

1) Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan spasme otot sekunder akibat kecelakaan.

Tujuan : nyeri terkontrol atau hilang.

Intervensi : catat lokasi, karakteristik dan intensitas nyeri (rasional: untuk pengawasan terhadap kemajuan penyembuhan, beri latihan relaksasi (rasional: relaksasi akan menurunkan konsumsi oksigen, frekwensi pernafasan, frekwensi jantung dan ketegangan sehingga bisa mengurangi nyeri), lakukan tindakan distraksi (mengalihkan infuls nyeri sehingga nyeri berkurang), kolaborasi dalam pemberian analgetik (rasional: analgetik bekerja pada yang mempengaruhi nyeri).

2) Hipertermi berhubungan dengan respon peradangan

Tujuan : suhu dalam batas normal (36°C - 37°C).

lntervensi : Observasi tanda-tanda vital terutama suhu (rasional: mengidentifikasi peningkatan maupun penurunan suhu), beri kompres hangat (rasional membuka pori-pori sehingga terjadi penguapan panas dari dalam tubuh), kolaborasi dalam pemberian antipiretik bekerja terhadap hipotalamus sebagai pusat pengaturan panas).

3) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia.

Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi.

Intervensi : catat adanya bising usus, distensi, mual dan muntah (rasional: untuk menentukan tindakan yang akan dilakukan selanjutnya), beri perawatan oral (rasional: merangsang peningkatan nafsu makan dengan menjaga kebersihan mulut), beri makan sedikit tapi sering (rasional: porsi kecil dapat mengurangi rasa mual dan muntah sehingga asupan nutrisi meningkat), kolaborasi dalam pemberian antiemetik (rasional: menetralisir asam lambung).

4) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.

Tujuan : memperlihatkan tanda-tanda peningkatan aktivitas.

Intervensi : dorong kemajuan tingkat aktivitas pasien sesuai indikasi (rasional: peningkatan aktivitas pasien secara bertahap memungkinkan system kardiovaskuler pasien untuk kembali pada status preoperasi tanpa paksaan), ajarkan pasien menghemat energi untuk aktivitas (rasional: dengan menghemat energi pasien tidak kelelahan saat beraktivitas), rencanakan periode istirahat pasien sesuai jadual harian (rasional: periode istirahat memungkinkan pasien memulihkan energi), catat respon individu terhadap aktivitas (rasional: mengetahui perkembangan tingkat aktivitas).

5) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan immobilisasi yang disebabkan dari obat-obatan anestesi.

Tujuan : pola nafas efektif.

Intervensi : pertahankan jalan nafas pasien (rasional: mencegah obstruksi jalan nafas), observasi tanda-tanda vital terutama pernafasan (rasional: mengetahui perkembangan pola pemafasan), beri posisi yang. sesuai (rasional: posisi yang benar akan mendorong ventilasi pada lobus paru-paru dan menurunkan tekanan pada diafraghma).

6) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi.

Tujuan : pengetahuan pasien jadi bertambah.

Intervensi : kaji ulang pembatasan aktivitas pasca operasi (rasional: memberi informasi kepada pasien untuk merencanakan kembali rutinitas yang bisa dilakukan tanpa menimbulkan masalah, diskusikan kembali perawatan luka (rasional: untuk pemahaman pasien meningkatkan kerjasama dan meningkatkah penyembuhan dan proses perbaikan), tinjau ulang dengan pasien dan keluarga tujuan, dosis dan efek samping obat (rasional: pengertian yang menyeluruh dapat meningkatkan pengetahuan pasien), ajarkan tanda dan gejala kemungkinan komplikasi (rasional: meningkatkan pengetahuan untuk menghindari faktor risiko komplikasi).

7) Perubahan persepsi sensori: proses pikir berhubungan dengan penggunaan obat-obatan anestesi.

Tujuan : Kesadaran pasien meningkat.

Intervensi : Observasi vital sign (rasional: untuk mengetahui perkembangan pasien post operasi), bimbing pasien untuk dapat mengingat kejadian yang telah terjadi (rasional: untuk memulihkan kesadaran pasien), awasi istirahat tidur pasien (rasional: untuk menghindari terjadinya benturan ke dinding atau jatuh), ciptakan lingkungan yang aman dan nyaman (rasional: menghindari trauma dan gangguan dalam istirahat pasien).

8) Risiko terhadap ketidakseimbangan volume cairan berhubungan dengan faktor risiko mual/muntah.

Tujuan : tidak terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit

Intervensi : Monitor keadaan umum pasien (rasional: untuk mengetahui efektivitas tindakan yang diberikan), Observasi tanda­- tanda vital tiap 4 jam (rasional: mencegah terjadinya syok hipovoiemik), kolaborasi pemberian cairan intravena (rasional: menjaga keseimbangan cairan yang masuk dan keluar dengan kebutuhan tubuh).

9) Risiko infeksi berhubungan dengan adanya tempat masuknya mikroorganisme sekunder akibat pembedahan.

Tujuan : infeksi tidak terjadi.

Intervensi : monitor tanda-tanda vital (rasional: tanda awal terjadinya infeksi), lakukan tehnik perawatan luka dengan tehnik septik dan aseptik (rasional: menurunkan risiko infeksi), observasi penyatuan luka, karakter drainage, adanya inflmasi (rasional: mengetahui secara dini tanda infeksi), berikan nutrisi yang adekuat (rasional: meningkatkan daya tahan tubuh), kolaborasi dalam pemberian antibiotika (rasional: antibiotika menurunkan jumlah mikroorganisme dan juga dapat membunuh mikroorganisme).

10) Risiko konstipasi berhubungan dengan penurunan peristaltik sekunder akibat imobilisasi.

Tujuan : konstipasi tidak terjadi/dapat diatasi.

Inlervensi : anjurkan makan makanan yang berserat (rasional: meningkatkan peristaltik usus), pertahankan masukan cairan 8 – 10 gelas/hari (rasional: mempertahankan hidrasi dan mempermudah pengeluaran faeces), delegatif dalam pemberian obat pencahar (rasional: merangsang pengeluaran dan melunakkan faeces)

No comments:

Post a Comment